Ruang Sastra Untuk Pendidikan Indonesia

Monday, 25 January 2016

Analisis Puisi "Aku"

BAB I
BENTUK METODE


1.1 Diksi
Untuk ketepatan pemilihan kata sering kali penyair menggantikan kata yang dipergunakan berkali-kali yang dirasa belum tepat, diubah kata-katanya.
Seperti pada baris kedua: bait pertama
“Ku mau tak seorang ’kan merayu”
Merupakan pengganti dari kata “ku tahu”.
“kalau sampai waktuku”
dapat berarti “kalau aku mati”
“tak perlu sedu sedan“
dapat bererti “berarti tak ada gunannya kesedihan itu”. “Tidak juga kau” dapat berarti “tidak juga engkau anaku, istriku, atau kekasihku”.
1.2 Kata Nyata
Secara makna, puisi
 Aku tidak menggunakan kata-kata yang terlalu sulit untuk dimaknai, bukan berarti dengan kata-kata tersebut lantas menurunkan kualitas dari puisi ini. Sesuai dengan judul sebelumnya, puisi tersebut menggambarkan tentang semangat dan tak mau mengalah, seperti Chairil itu sendiri. 
1.3 Majas
Dalam sajak ini intensitas pernyataan dinyatakan dengan sarana retorika yang berupa hiperbola, dikombinasi dengan ulangan, serta diperkuat oleh ulangan bunyi vokal a dan u ulangan bunyi lain serta persajakan akhir seperti telah dibicarakan di atas.
Hiperbola tersebut :
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Biar perlu menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
………
Aku ingin hidup seribu tahun lagi
Gaya tersebut disertai ulangan i-i yang lebih menambah intensitas :
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri
Dan aku akan lebih tidak perduli
Aku ingin hidup seribu tahun lagi
Dengan demikian jelas hiperbola tersebut penonjolan pribadi tanpa makin nyata disana ia mencoba untuk nyata berada di dalan dunianya.
1.4 Pengimajian
Melalui diksi, kata nyata, dan majas yang digunakannya, penyair berupaya menumbuhkan pembayangan para penikmat sajak-sajaknya. Semakin kuat dan lengkap pembayangan yang dapat dibangun oleh penikmat sajak-sajaknya, maka semakin berhasil citraan yang dilakukan penyair. Di dalam sajak ini terdapat beberapa pengimajian, diantaranya :
‘Ku mau tak seorang ’kan merayu (Imaji Pendengaran)
‘Tak perlu sedu sedan itu’ (Imaji Pendengaran)
‘Biar peluru menembus kulitku’ (Imaji Rasa)
‘Hingga hilang pedih perih’ (Imaji Rasa).

1.5 Versifikasi
Ritme dalam puisi yang berjudul ‘Aku’ ini terdengar menguat karena ada pengulangan bunyi (Rima) pada huruf vocal ‘U’ dan ‘I’
Vokal ‘U’pada larik pertama dan ke dua, pengulangan berseling vokal a-u-a-u
Larik pertama ‘Kalau sampai waktuku.’
Larik kedua ‘Ku mau tak seorang-’kan merayu.
Larik kedua ‘Tidak juga kau’.
Pengulangan vokal ‘I’:
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih perih
Dan aku akan lebih tidak peduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi
1.6 Tipogafri
Tipografi atau disebut juga ukiran bentuk. Dalam Puisi didefinisikan atau diartikan sebagai tatanan larik, bait, kalimat, frase, kata dan bunyi untuk menghasilkan suatu bentuk fisik yang mampu mendukung isi, rasa dan suasana. Namun dalam sajak ‘Aku’ karya Chairil Anwar tidak menggunakan tipografi.














BAB II
HAKEKAT PUISI


2.1 Tema atau Sense
Tema dalam puisi ‘AKU’ ini adalah perjuangan seperti pada baris keempat dan kelima :
‘Biar peluru menembus kulitku’
‘Aku tetap meradang menerjang’.
2.2 Feeling atau Rasa
Feeling atau Rasa merupakan salah satu unsur isi yang dapat mengungkapkan sikap penyair pada pokok persoalan puisi. Pada puisi di atas merupakan eskpresi jiwa penyair yang menginginkan kebebasan dari semua ikatan. Di sana penyair tidak mau meniru atau menyatakan kenyataan alam, tetapi mengungkapkan sikap jiwanya yang ingin berkreasi. Sikap jiwa
 “jika sampai waktunya”, ia tidak mau terikat oleh siapa saja, apapun yang terjadi, ia ingin bebas sebebas-bebasnya sebagai “aku”. Bahkan jika ia terluka, akan di bawa lari sehingga perih lukanya itu hilang. Ia memandang bahwa dengan luka itu, ia akan lebih jalang, lebih dinamis, lebih vital, lebih bergairah hidup. Sebab itu ia malahan ingin hidup seribu tahun lagi. Uraian di atas merupakan yang dikemukakan dalam puisi ini semuanya adalah sikap chairil yang lahir dari ekspresi jiwa penyair.

2.3 Tone atau Nada
Kalau feeling menggambarkan sikap penyair kepada pokok persoalan puisinya, sedangkan tone atau nada merupakan unsur isi yang menggambarkan sikap penyair kepada pembacanya.
Dalam Puisi ‘Aku’ terdapat kata ‘
Tidak juga kau’, Kau yang dimaksud dalam kutipan diatas adalah pembaca atau penyimak dari puisi ini. Ini menunjukkan betapa tidak pedulinya Chairil dengan semua orang yang pernah mendengar atau pun membaca puisi tersebut, entah itu baik, atau pun buruk. Disamping Chairil ingin menunjukkan ketidakpeduliannya kepada pembaca, dalam puisi ini juga terdapat pesan lain dari Chairil, bahwa manusia itu itu adalah makhluk yang tak pernah lepas dari salah. Oleh karena itu, janganlah memandang seseorang dari baik-buruknya saja, karena kedua hal itu pasti akan ditemui dalam setiap manusia. Selain itu, Chairil juga ingin menyampaikan agar pembaca tidak perlu ragu dalam berkarya. Berkaryalah dan biarkan orang lain menilainya, seperti apa pun bentuk penilaian itu.
2.4 Amanat
Amanat dalam Puisi ‘Aku’ karya Chairil Anwar yang dapat saya simpulkan dan  dapat kita rumuskan adalah sebagai berikut :
  • Manusia harus tegar, kokoh, terus berjuang, pantang mundur meskipun   rintangan menghadang.
  • Manusia harus berani mengakui keburukan dirinya, tidak hanya menonjolkan kelebihannyasaja.
  • Manusia harus mempunyai semangat untuk maju dalam berkarya agar pikiran dan semangatnya itu dapat hidup selama-lamanya.

BAB III
KESIMPULAN


3.1 Kesimpulan
Dari ulasan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa setiap seniman atau sastrawan dalam
membuat suatu karyanya dapat menggunakan berbagai macam caranya. Salah satu caranya
dengan mengekspresikan karyanya sebagai gundahan, gejolak, pengalaman, bayang-bayang
yang sebagai media penyaluran karyanya untuk dapat dinikmati oleh umum.
Kiasan-kiasan yang dilontarkan oleh Chair Anwar dalam puisinya menunjukan bahwa di dalam dirinya mencoba memetaforakan akan bahasa yang digunakan yang bertujuan mencetusan langsung dari jiwa. Cetusan itu dapat bersifat mendarah daging, seperti sajak “aku”. Dengan kiasan-kiasan itu gambaran menjadi konkrit, berupa citra-citra yang dapat diindra, gambaran menjadi nyata, seolah dapat dilihat, dirasakan sakitnya. Di samping itu kiasa-kiasan tersebut menyebabkan kepadatan sajak. Untuk menyatakan semangat yang nyala-nyala untuk merasakan hidup yang sebanyak-banyaknya digunakan kiasan
 “aku mau hidup seribu tahun lagi”. Jadi, di sini kelihatan gambaran bahwa si aku penuh vetalitas mau mereguk hidup ini selama-lamanya. Jadi berdasarkan dasar konteks itu harus ditafsirkan bahwa Chairil Anwar dalam puisi “aku” dapat didefinisaikan sebagai bentuk pemetaforaan bahasa atau kiasan bahwa yang hidup seribu tahun adalah semangatnya bukan fisik.
0 komentar:

Analisis puisi 


1.      TemaTema adalah sesuatu yang menjadi pikiran pengarang. Sesuatu yang menjadi pikiran tersebut dasar bagi puisi yang dicipta oleh penyair. Sesuatu yang dipikirkan itu bias bermacam-macam permasalahan hidup. Penyair tidak pernah menyebut tema tema puisi yang ditulisnya. Untuk mengetahui temasebuah puisi pembaca harus membaca keseluruhan puisi tersebut dengan cermat.Tema pada puisi “Aku” karya Chairil Anwar adalah menggambarkan semangat perjuangan untuk membebaskan diri dari belenggu penjajahan. Seperti pada baris keempat dan kelima : ‘Biar peluru menembus kulitku’‘Aku tetap meradang menerjang’. 2.      NadaNada adalah sikap penyair kepada pembaca.Dalam Puisi ‘Aku’ terdapat kata ‘Tidak juga kau’, Kau yang dimaksud dalam kutipan diatas adalah pembaca atau penyimak dari puisi ini. Ini menunjukkan betapa tidak pedulinya Chairil dengan semua orang yang pernah mendengar atau pun membaca puisi tersebut, entah itu baik, atau pun buruk. Disamping Chairil ingin menunjukkan ketidak peduliannya kepada pembaca, dalam puisi ini juga terdapat pesan lain dari Chairil, bahwa manusia itu itu adalah makhluk yang tak pernah lepas dari salah. Oleh karena itu, janganlah memandang seseorang dari baik-buruknya saja, karena kedua hal itu pasti akan ditemui dalam setiap manusia. Selain itu, Chairil juga ingin menyampaikan agar pembaca tidak perlu ragu dalam berkarya. Berkaryalah dan biarkan orang lain menilainya, seperti apa pun bentuk penilaian itu.3.      RasaRasa adalah sikap penyeir terhadap pokok permasalahan yang terdapat pada puisinya.Pada puisi “Aku” karya Chairil Awar  merupakan eskpresi jiwa penyair yang menginginkan kebebasan dari semua ikatan. Di sana penyair tidak mau meniru atau menyatakan kenyataan alam, tetapi mengungkapkan sikap jiwanya yang ingin berkreasi. Sikap jiwa “jika sampai waktunya”, ia tidak mau terikat oleh siapa saja, apapun yang terjadi, ia ingin bebas sebebas-bebasnya sebagai “aku”. Bahkan jika ia terluka, akan di bawa lari sehingga perih lukanya itu hilang. Ia memandang bahwa dengan luka itu, ia akan lebih jalang, lebih dinamis, lebih vital, lebih bergairah hidup. Sebab itu ia malahan ingin hidup seribu tahun lagi. Uraian di atas merupakan yang dikemukakan dalam puisi ini semuanya adalah sikap chairil yang lahir dari ekspresi jiwa penyair.4.      AmanatAmanat adalah hal yang mendorong penyair untuk menciptakan puisinya. Amanat berhubungan dengan makna karya sastra. Makna bersifat kias, subjektif, dan umum. Makna berhubungan dengan individu, konsep seseorang dan situasi tempatpenyair mengimajinasikan puisinya.Amanat dalam Puisi ‘Aku’ karya Chairil Anwar yang dapat saya simpulkan dan  dapat kita rumuskan adalah sebagai berikut :

·                     Manusia harus tegar, kokoh, terus berjuang, pantang mundur meskipun   rintangan menghadang.

·                     Manusia harus berani mengakui keburukan dirinya, tidak hanya menonjolkan kelebihannyasaja.

·                     Manusia harus mempunyai semangat untuk maju dalam berkarya agar pikiran dan semangatnya itu dapat hidup selama-lamanya.

5.      DiksiUntuk ketepatan pemilihan kata sering kali penyair menggantikan kata yang dipergunakan berkali-kali yang dirasa belum tepat, diubah kata-katanya.Seperti pada baris kedua: bait pertama“Ku mau tak seorang ’kan merayu”Merupakan pengganti dari kata “ku tahu”.“kalau sampai waktuku”dapat berarti “kalau aku mati”“tak perlu sedu sedan“dapat bererti “berarti tak ada gunannya kesedihan itu”. “Tidak juga kau” dapat berarti “tidak juga engkau anaku, istriku, atau kekasihku”.6.      Pengimajian               Gambaran-gambaran angan, gambaran pikiran, kesan mental atau bayangan visual dan bahasa yang menggambarkannya biasa disebut dengan citra atau imaji. Citraan dapat dikelompokan atas beberapa macam, antara lain : citraan visual (penglihatan), citraan auditif (pendengaran), citraan artikulatoris (pengucapan), citraan alfaktori (penciuman), citraan gustatory (kecakapan), citraan taktual (peraba/ perasaan), citraan kinaestetic “kinaestetik” (gerak), dan citraan organik.Di dalam sajak ini terdapat beberapa pengimajian, diantaranya :‘Ku mau tak seorang ’kan merayu (Imaji Pendengaran)‘Tak perlu sedu sedan itu’ (Imaji Pendengaran)‘Biar peluru menembus kulitku’ (Imaji Rasa)‘Hingga hilang pedih perih’ (Imaji Rasa).7.   Kata Konkrot     Kata konkret adalah kata-kata yang digunakan penyair untuk menggambarkan suatu lukisan keadaan atau suasana batin dengan maksud untuk membangkitkan imaji pembaca. Secara makna, puisi Aku tidak menggunakan kata-kata yang terlalu sulit untuk dimaknai, bukan berarti dengan kata-kata tersebut lantas menurunkan kualitas dari puisi ini. Sesuai dengan judul sebelumnya, puisi tersebut menggambarkan tentang semangat dan tak mau mengalah, seperti Chairil itu sendiri.8.      VersifikasiRitme dalam puisi yang berjudul ‘Aku’ ini terdengar menguat karena ada pengulangan bunyi (Rima) pada huruf vocal ‘U’ dan ‘I’Vokal ‘U’pada larik pertama dan ke dua, pengulangan berseling vokal a-u-a-uLarik pertama ‘Kalau sampai waktuku.’Larik kedua ‘Ku mau tak seorang-’kan merayu.Larik kedua ‘Tidak juga kau’.Pengulangan vokal ‘I’:Luka dan bisa kubawa berlariBerlariHingga hilang pedih perihDan aku akan lebih tidak peduliAku mau hidup seribu tahun lagi9.      TipogafriTipografi atau disebut juga ukiran bentuk. Dalam Puisi didefinisikan atau diartikan sebagai tatanan larik, bait, kalimat, frase, kata dan bunyi untuk menghasilkan suatu bentuk fisik yang mampu mendukung isi, rasa dan suasana. Namun dalam sajak ‘Aku’ karya Chairil Anwar tidak menggunakan tipografi.10.  Sarana RetorikaDalam sajak ini intensitas pernyataan dinyatakan dengan sarana retorika yang berupa hiperbola, dikombinasi dengan ulangan, serta diperkuat oleh ulangan bunyi vokal a dan u ulangan bunyi lain serta persajakan akhir seperti telah dibicarakan di atas.Hiperbola tersebut :Aku ini binatang jalangDari kumpulannya terbuangBiar perlu menembus kulitkuAku tetap meradang menerjang………Aku ingin hidup seribu tahun lagiGaya tersebut disertai ulangan i-i yang lebih menambah intensitas :Luka dan bisa kubawa berlariBerlariHingga hilang pedih periDan aku akan lebih tidak perduliAku ingin hidup seribu tahun lagiDengan demikian jelas hiperbola tersebut penonjolan pribadi tanpa makin nyata disana ia mencoba untuk nyata berada di dalan dunianya.





Analasis Puisi Aku karya Chairil Anwar

Bait pertama :
Kalau sampai waktuku 
'Ku mau tak seorang kan merayu 
Tidak juga kau

Bait itu bermakna bahwa kebulatan keyakinan pengarang yang sangat terhadap apa yang diyakininya, sehingga tak bisa dirayu siapapun. kata "kau" bisa menjadi seorang yang dekat atau bisa menjadi siapa saja. Bahkan merayupun tidak diinginkan oleh pengarang

Bait kedua :
Tak perlu sedu sedan itu 

Dalam bait yang satu baris itu sebenarnya penulis bukan bermaksud menghibur siapapun yang merayunya. Walaupun bernuansa menghibur sebenarnya hal itu bermaksud menegaskan bahwa dirayu dengan cara apapun entah sedih atau ekspresi melas penulis tak akan goyah.


Bait ketiga :
Aku ini binatang jalang 
Dari kumpulannya terbuang

Penulis semakin mempertegas keyakinannya dengan merendahkan hati bahwa ia bukan sesuatu yang peting untuk diurusi maka hendaknya tidak perlu dibujuk rayu karena hal itu akan sia-sia.

Bait empat dan kelima:
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang

Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri 

walau dalam keadaan apapun keyakinan penulis dan tekad penulis akan selalu dipengang erat dengan konsisten, walaupun dalam keadaan susah sekalipun.

Bait ke enam dan ke tujuh :
Dan aku akan lebih tidak perduli

Aku mau hidup seribu tahun lagi

dalam kedua bait itu nampak sebab dari apa yang membuat penulis dalam hal ini chairil anwar memiliki kekesalan terhadap sesuatu, menurut saya sendiri ia kesal kepada orang tuanya hal ini saya hubungkan dengan kehidupan penulis.

demikian yang dapat saya tuliskan dalam analisis puisi aku karya chairil Anwar, tentunya hal ini berdasar kesubjektifitasan saya dan hal itu sah sebab karya sastra berhak dimaknai apa saja ketika sampai ditangan pembaca. Salam budaya!



No comments:

Post a Comment