Cara Penggambaran Tokoh dalam Novel
Ketika Cinta Bertasbih (Episode 2)
A. Metode analitik/ diskursif/ langsung
Metode analitik banyak
dijumpai dalam KCB. Dengan metode ini pengarang menyatakan tokoh Anna yang
cantik, cerdas dan shalihah. Hal ini tertuang dalam kutipan berikut.
Sore itu juga berita telah resminya Anna Althafunnisa putri Pengasuh Pondok
Pesantren Daarul Quran bertunangan dengan Furqan Andi Hasan dari Jakarta
langsung menyebar di seantero desa Wangen. Beberapa santri senior, beberapa
ustadz muda dan beberapa pemuda desa yang menaruh hati dan harap menelan ludah
kekecewaan. Impian mereka bisa bersanding dengan putri Kiai Lutfi yang terkenal cantik, cerdas, dan shalihah itu hilang
(Habiburrahman; KCB
episode 2 hlm 31-32)
Tokoh Azzam yang merupakan tokoh
utamanya dengan mudah kita pahami sebagai anak yang berbakti, pintar,
bertanggung jawab pada keluarganya dan pekerja keras. Hal ini bisa kita lihat
dalam kutipan berikut.
Anak pertamanya Khairul Azzam sejak kecil telah menunjukkan baktinya. Prestasi-prestasinya mengharumkan nama
orang tua. Saat kuliah di Al Azhar, ia juga meraih nilai sangat baik di
tahun pertamanya. Dan ketika sang ayah tiada, Azzam menunjukkan tanggung
jawabnyasebagai anak sulung dan satu-satunya anak lelakinya. Azzam bekerja
keras di Mesir sana. …
(Habiburrahman; KCB
episode 2 hlm 38)
Demikian juga tokoh Husna, adik Khairul
Azzam. Kita akan segera mengetahui bahwa ia berwatak sangat halus tutur
bahasanya, dan mencintai ibunya. Berikut kutipannya
Anak keduanya, Ayatul Husna, sangat halus tutur bahasanya. Dan
sangat mencintainya. Husna seolah tidak pernah rela ada nyamuk
sekalipun menyentuh kulit ibunya. ….
….Husna berubah seratus delapan puluh derajat sejak ayahnya meninggal
dunia. Sejak itu Husna disiplin mengenakan jilbab. Sangat santun,
penyabar, dan penyayang
(Habiburrahman; KCB
episode 2 hlm 38 dan 39)
Tokoh-tokoh lain juga digambarkan dengan
teknik analitik. Berikut cuplikannya.
Lia tidak kurang baktinya. Sebisa mungkin iaberusaha
menyenangkan hati ibu. Lialah yang paling sering pergi ke Kudus untuk
menengok si bungsu yang sedang belajar di sebuah pesantren Al Quran di Kudus.
(Habiburrahman; KCB
episode 2 hlm 40)
Pagi itu kira-kira pukul sepuluh, jenazah Pak Masykur dikubur.
Warga dusun Sraten larut dalam duka. Pak Masykur dikenal sebagai seorang takmir
masjid yang ikhlas dan penuh pengorbanan. Ia dikenal sebagai bakul
buah yang kaya dan dermawan.
(Habiburrahman; KCB
episode 2 hlm 50)
Bisa dibilang Zumrah adalah kembang dukuh Sraten.
Untuk gadis seumurnya, dialah yang paling jelita. Keindahan
paras mukanyaseringkali menjadi obrolan para pemuda saat ronda.
(Habiburrahman; KCB
episode 2 hlm 50-51)
…Dari pernikahan Mas Sahrun dan Dewi Sukesih lahirlah Lutfi Hakim,
yang kini dikenal sebagaiulama paling disegani di Klaten. Beliau
adalah ayah dari Anna Althafunnisa, Pengasuh Pesantren Daarul Quran yang alim
berwibawa.
(Habiburrahman; KCB
episode 2 hlm 62)
Semua orang di keluarga Rina ini terbuka dan
familiar. Ia merasa tidak menjadi orang asing di situ. Orang yang paling
banyak cerita tentu saja Bu Harti, ibundanya Rina.
(Habiburrahman; KCB
episode 2 hlm 113)
Sementara di belakang Husna Nampak asyik berdiskusi dengan Eliana. Putri
Dubes Mesir itu ternyata tahu banyak tentang teori psikologi. Husna sangat
menikmati berdiskusi dengan mahasiswi jebolan EHESS Prancis itu. Di mata
Husna, Eliana sangat berbeda dengan artis pada umumnya. Eliana benar-benar
memiliki kelas tersendiri. Cerdas dan berwawasan luas.
(Habiburrahman; KCB
episode 2 hlm 144)
Jika disimpulkan, hampir semua tokoh
yang dimunculkan dalam novel ini digambarkan perwatakannya melalui metode
analitik. Hal ini tentu saja memudahkan pembaca untuk mengetahui karakter
setiap tokoh. Para peserta audisi tentunya tertolong dengan gaya penceritaan
seperti itu.
B. Metode dramatis/ tidak langsung
Teknik penggambaran
tokoh dramatis banyak juga dijumpai dalam novel ini. Karakter yang diungkapkan
secara analitik kemudian tercermin dan segala tingkah laku, ucapan, dan sikap
tokoh. Dengan demikian, pembaca akan merasa yakin akan karakter tokoh karena
digambarkan dengan berbagai teknik. Berikut ini adalah hasil analisisnya.
1. Teknik cakapan
Dalam teknik ini kita
bisa mengetahui watak tokoh berdasarkan dialog yang ada dalam novel. Isi dialog
itulah yang menuntun kita pada karakter tokoh. Bisa saja penggunaan teknik
cakapan ini digunakan bersama-sama teknik yang lain. Dalam cuplikan berikut,
kita akan mengetahui beberapa watak tokoh yang terlibat.
“Ilyas cuma satu tahun di sini. Di kelas 3 Aliyah saja. Sebelumnya ia
belajar di Pasuruan.Anaknya cerdas. Hanya saja olah bahasanya kurang halus.
Tapi pelan-pelan bisa diperbaiki. Ia menyelesaikan S1 di Madinah dan sekarang
sedang menulis tesis masternya di Aligarh, India. Saat ini ia sedang liburan.
Tadi malam ia datang bersama pamannya untuk melamarmu. Aku dan Ummimu tidak
mungkin langsung menerima atau menolaknya. Kami akan memutuskan sesuai dengan
apa yang kau putuskan.:
“Kalau Abah sendiri kelihatannya bagaimana?”
“Abah sendiri tidak ada masalah. Selama yang datang itu orang yang shalih
dan berilmu saja. Dan Ilyas sudah memenuhi kriteria itu. Selanjutnya
tergantung kamu. Sebab kamu yang akan menjalani. Kaulah yang menentukan
siapa pendamping hidupmu. Bukan Abah atau Ummimu.
(Habiburrahman; KCB
episode 2 hlm 15)
Cakapan tadi selain menunjukkan karakter
tokoh Ilyas yang dipandang cerdas dan shalih oleh Abah, kita juga bisa
menyimpulkan karakter Abah sebagai orang tua yang sangat penyabar, demokratis
dan terbuka. Ia tidak memaksakan kehendak kepada anaknya.
“Yah, terserah bagaimana keputusan kamu. Siapa yang kamu pilih? Furqan atau
Ilyas? Abah minta salah satu dari mereka ada yang kamu pilih. Jangan tidak ada
yang kamu pilih. Itu saja permintaan Abah dan Ummi padamu, Nduk.”
“Bah, untuk memilih salah satu di antara keduanya, rasanya kita harus adil.
Saya sudah pernah bertemu dengan Furqan, tapi belum pernah bertemu Ilyas. Rasanya
kalau saya putuskan memilih Furqan misalnya, itu tidak adil.
Pak Kiai Lutfi paham.
“Baik, gampang. Kebetulan besok pagi dia mau mengisi acara pembekalan
anak-anak kelas tiga Aliyah yang akan meninggalkan pesantren ini. Kau akan aku
temukan dengannya.
(Habiburrahman; KCB
episode 2 hlm 16-17)
Dari dialog di atas, kita bisa
mengetahui bahwa Ana memiliki sifat adil sebelum menentukan pilihannya.
“Fur, kau bahagia?” Tanya Bu Maylaf sambil memandang gurat wajah putranya
yang tidak benar-benar cerah.
“Iya bahagialah, Bu. Ibu ini ada-ada saja.”
“Tapi ibu amati begitu pulang dari pesantren tadi wajahmu muram.”
“Ah, tidak. Ibu saja yang terlalu berperasaan.”
“tidak Anakku, ibu serius. Ibu amati kamu masih saja murung. Sejak kamu
pulang dari Cairo sampai sekarang kamu kok seperti punya masalah serius? Apa
kmu sebenarnya tidak suka pada gadis itu? Merasa salah pilih? Karena kamu sudah
terlanjur bilang sama ibu dan ayah, kamu jadi menanggung beban, begitu?”
“Tidak, Bu. Aku tidak ada masalah apa-apa kok. Aku suka gadis itu dan sama
sekali tidak salah pilih.”
“Terus kenapa kamu muram seperti tertekan sesuatu?”
“Tidak ada kok, Bu. Sungguh!”
“Fur, firasat seorang ibu pada anaknya tidak pernah salah. Ibu tahu kamu
sejak kamu lahir. Kalau kamu senang ibu hafal wajah kamu. Kalau kamu marah,
kamu kesal, kamu kecewa. Ibu hafal semua. Juga kalau kamu memendam masalah. Ayo
ceritakanlah pada ibu, Nak!” desak Bu Maylaf.
(Habiburrahman; KCB
episode 2 hlm 33)
Dialog di atas menunjukkan karakter
seorang ibu yang begitu perhatian pada anaknya. Ia begitu khawatir melihat
anaknya yang terlihat memendam masalah. Sementara itu Furqan merupakan tokoh
yang suka menyembunyikan perasaan dan menutup-nutupi masalah yang dihadapinya,
sekalipun kepada ibunya sendiri.
Karakter yang lain juga dapat kita temukan dalam novel ini yang diuraikan
kan dengan teknik cakapan.
2. Teknik pikiran tokoh
Melalui pengungkapan
pikiran tokoh, kita bias menyimpulkan pendirian tokoh menyikapi suatu masalah.
Biasanya pikiran tokoh diungkapkan melalui cakapan juga. Dengan demikian, tidak
terlalu berbeda dengan teknik cakapan. Berikut ini adalah contoh karakter
Eliana melalui pikiran-pikirannya.
“Menurut Mbak Eliana, kenapa ada Negara yang lebih maju dari Negara lain.
Dan ada Negara yang ketinggalan dari Negara lain.” Tanya Husna.
“Sejarah mencatat bahwa prestasi-prestasi besar dilahirkan oleh mereka yang
hamper tidak punya waktu untuk istirahat. Mereka yang bekerja keras dengan
pikiran cerdas. Kenapa ada Negara lebih maju dari Negara lain, dan ada Negara
yang ketinggalan dari Negara lain? Jawabannya menurutku sederhana saja. Suatu
Negara lebih maju dari negera lain karena Negara itu lebih hebat kerja kerasnya
dari Negara lain. Dan jika suatu Negara ketinggalan jauh di belakang Negara
lain, itu karena Negara itu sangat parah malasnya.”
“Jika bangsa kita masih dikategorikan bansa yang ketinggalan dari bangsa
lain, menurutku yak arena mayoritas penduduk kita adalah pemalas. Lihatlah para
pelajar yang malas-malasan. Pegawai negeri yang banyak malas-malasan. Aku
pernah menjenguk seorang kerabat yang sakit di sebuah rumah sakit umum di kota
S. Pelayanannya sangat buruk. Para perawat acuh tak acuh. Ketika pasien
mengerang kesakitan, para perawat itu malah asyik menonton televise. Jika kita
bandingkan dengan Jepang, misalnya, sangat jauh. Di Jepang tidak ada kursi di
ruang perawat, apalagi televise. Dan perawat di sana itu malu kalau terlihat
menganggur tidak melakukan apa-apa.”
Dalam cuplikan di atas kita bisa melihat
bagaimana pikiran tokoh Eliana terhadap kemajuan suatu bangsa dan pandangannya
terhadap Indonesia. Dia sangat menghargai kerja keras dan orang yang mau
bekerja keras. Kita juga bisa menyimpulkan bahwa tokoh Eliana adalah seorang pekerja
keras sesuai dengan pandangannya itu.
3. Teknik arus kesadaran
Arus kesadaran
berusaha menangkap dan mengungkapkan proses kehidupan batin, yang memang hanya
terjadi di batin, baik yang berada di ambang kesadaran maupun ketaksadaran,
termasuk kehidupan bawah sadar. Berikut ini digambarkan bagaimana tokoh Furqan
yang merasakan kebimbangan dalam memutuskan sesuatu dalam batinnya.
Ia yakin ada penyakit dalam tubuhnya. Dan perkawinannya dengan Anna nanti
akan menularkan penyakitnya pada Anna. Lalu pada anak-anak mereka. Ia lalu
membayangkan seperti apa murkanya Anna dan marahnya keluarga besar Pesantren
Wangen padanya. Lalu di mana rasa takwanya kepada Allah? Bukankah apa yang
dilakukannya itu satu bentuk penipuan paling menyakitkan umat manusia?
Nuraninya memintanya untuk bersikap layaknya orang-orang saleh yang
memiliki jiwa ksatria. Nuraninya memintanya untuk membatalkan saja
pertunangannya itu. Terserah alasannya yang penting tidak ada yang dizalimi
karena ulahnya. Namun nafsunya tidak menerimanya. Ia sangat mencintai Anna. Ia
merasa sangat berat memutus begitu saja pertunangannya dengan Anna. Apakah ia
akan membuang begitu saja mutiara paling berharga yang paling ia inginkan
setelah ada dalam genggamannya?
Tidak!
“Jika aku memutuskan pertunanganku dengan Anna, siapakah yang lantas akan
peduli pada nasibku? Biarlah aku menentukan nasibku sendiri!” Tekadnya dalam
hati dengan mata berkaca-kaca. Saat ia meneguhkan tekadnya itu, nuraninya
menjerit tidak rela. Ia teguhkan untuk tidak mendengar jeritan-jeritan protes
nuraninya. Ia berusaha membutakan mata batinnya sendiri.
(Habiburrahman; KCB
episode 2 hlm 94-95)
Kutipan di atas adalah salah satu contoh
penggambaran arus kesadaran untuk melukiskan tokoh Furqan. Dia yang begitu
gamang dalam menentuka sikap antara nuraninya dan nafsunya. Pertimbangan
nafsunya lebih besar daripada nuraninya. Inilah yang kemudian menyebabkan dia
memutuskan untuk menikahi Anna. Namun dalam bagian lain, pengarang menunjukkan
bahwa kebimbangannya terus menghantui bahkan setelah menikah.
Di dalam dadanya seperti ada bara yang membara. Bara cinta, juga bara nafsu
pada istrinya. Pada saat yang sama juga ada bara kemarahan yang ia tidak tahu
dari mana datangnya. Ia marah pada dirinya sendiri. Marah pada virus HIV yang
ia rasa bercokol dalam seluruh sel dan aliran darahnya. Malam ini ia berkukuh
untuk tidak menyakiti istrinya. Tapi ia bertanya sendiri pada dirinya, kalau
setiap hari bertemu dan tidur satu ranjang dengan istrinya yang begitu jelita,
apakah ia akan selalu mampu menahan diri.
Terus harus bagaimana?
(Habiburrahman; KCB
episode 2 hlm 223-224)
4. Teknik pelukisan perasaan tokoh
Ia jadi kembali teringat pada Azzam. Ia tidak bisa mengingkari bahwa Husna
bisa selesai S1, Lia bisa selesai D3 dan si kecil Sarah bisa masuk pesantren
adalah karena kerja keras Azzam, putra sulungnya yang sampai saat ini belum
juga lulus kuliah di Al Azhar.
Perempuan itu meneteskan air mata kembali. Sebuah doa ia panjatkan,
“Ya Allah mudahkanlah semua urusan putraku Azzam. Aku ingin titipkan
keselamatannya pada-Mu ya Allah. Engkau Dzat Yang Maha Pengasih dan Penyayang.
Ya Allah berkahilah umur dan langkahnya ya Allah. Amin.”
Ia mengatupkan pelupuk matanya dan menangis. Ibu mana yang tidak menangis
bila teringat anaknya yang sudah Sembilan tahun tidak dilihatnya. Anaknya yang
selama bertahun-tahun memeras keringat, darah, dan air mata untuk kesejahteraan
adik-adiknya. Ibu mana yang tidak menangis dan lunak hatinya.
“Bue menangis, ya?”
Suara Husna menyadarkannya. Ia mengusap air matanya lalu membuka pelupuk
matanya.
“Ah, tidak kok, Na.”
“Maafkan jika ada kata-kata Husna dan Lia yang tidak berkenan bagi Bue ya.”
“Tidak kok Na. Tidak ada yang salam dari kalian. Ibu teringat kakakmu di
Mesir dan adikmu di Kudus.”
Kutipan di atas
melukiskan bagaimana perasaan sang ibu yang merindukan anaknya yang sudah
Sembilan tahun berpisah. Ia begitu menyayangi anaknya tersebut yang telah
berkorban untuk kesejahteraan keluarganya.
5. Teknik perbuatan tokoh
Seorang berjaket hitam membentak keras sambil menodongkan pistolnya tepat di
jidat Zumrah. Bu Nafis gemetar ketakutan. Husna dan Lia merinding. Sementara
Zumrah saking takutnya, tanpa ia sadari mengeluarkan air kencing. Pria berjaket
itu baginya bagaikan malaikat pencabut nyawa yang siap mencabut nyawanya. Gigi
pria itu bergemeretak menahan amarah. Matanya merah marah.
…
Mahrus memukul pelipis Zumrah dengan gagang pistol. Zumrah mengaduh.
Pelipis Zumrah berdarah. Husna mau bergerak menolong Zumrah tapi dicegah Bu
Nafis. Bu Nafis tahu kenekatan Mahrus sejak kecil. Ia tidak ingin Husna celaka
dengan konyol.
…
Dengan segenap kekuatan Mahrus menyeret Zumrah ke halaman. Sekali lagi
Mahrus memukulkan gagang pistolnya ke kepala Zumrah. Zumrah langsung
terjengkang kesakitan. Mahrus sudah bersiap menembak kepala Zumrah. Niatnya
sudah bulat bahwa keponakannya harus dihabisi. Ia tinggal merekayasa laporan
kejahatannya saja. Sebuah kejahatan yang layak untuk dienyahkan dari muka bumi.
(Habiburrahman; KCB
episode 2 hlm 229-231)
Perbuatan Mahrus dalam kutipan di atas
menunjukkan wataknya yang kasar, kejam, dan tanpa perikemanusiaan.
6. Teknik sikap tokoh
“Kak Azzam, nekat saja ke Surabaya. Labrak saja ibunya Mila yang kolot itu.
Kalau tetap bersikukuh bawa saja Mila kawin di sini. Kalau Edy kakaknya tidak
mau jadi wali, bisa pakai wali hakim. Kalau seperti ini diterus-teruskan yang
kasihan kan kaum perempuan. Selalu jadi korban, kayak Si Mil. Apa salah si Mila
coba!?” sengit Lia dengan mata menyala-nyala.
“Jangan! Kalau Azzam tetap nekat terus ibunya Mila tetap bersikukuh dan
Azzam tetap membawa Mila nikah, ibu kok yakin ibunya Mila itu akan meninggal
dunia!” kata Bu Nafis.
“Benarkah, Bu?” heran Lia. Azzam dan Husna juga heran.
“Benar. Ibu agak yakin.”
“Berarti ibu juga berpendapat sama dengan ibunya Mila bahwa anak ketiga
tidak boleh menikah dengan anak yang nomor pertama?” kata Lia dengan nada agak
sinis.
“Tidak begitu.”
“Terus kenapa ibu itu mati?”
“Kalau Azzam tetap menikahi Mila, Ibu itu akan mati kaku karena marah! Mati
karena serangan jantung dank arena sakit hati yang luar bisaa yang dihembuskan
oleh setan yang menjaga agar mitos menyesatkan itu!”
“O begitu.” Lia lega.
Dalam cuplikan itu terlihat jelas
bagaimana sikap Ibu terhadap usulan kawin lari dan mitos. Ia berfikir rasional
dan bijaksana.
7. Teknik pandangan seorang
“Adapun inspirasi cerpen “Menari Bersama Ombak adalah ketegaran dan
kesabaran kakak saya. Saya tahu kakak saya siang malam bekerja membuat dan
menjual tempe juga menjual bakso di Cairo. Sampai dia mengorbankan kuliahnya.
Tapi saya justru menemukan sosok yang saya kagumi, sosok yang seolah terus
menari indah bersama ombak kehidupan yang terus datang silih berganti.
Terkadang ombak itu datang menggunung sederas tsunami. Namun kakak mampu
mengatasinya dengan tariannya yang indah. Ini yang bisa saya sampaikan.”
(Habiburrahman; KCB
episode 2 hlm 66)
“Jujur, pemuda seperti Azzam itu kalau boleh Abah berterus terang adalah
pemuda yang jadi idaman Abah. Sayang baru bertemu sekarang. Jika Abah masih
punya anak putri pasti akan Abah pinta Azzam jadi menantu. Abah tak akan
menyia-nyiakan kesempatan. Abah tahu tentang perjuangannya membesarkan
adik-adiknya. Dia sungguh pemuda luar bisaa.”
(Habiburrahman; KCB
episode 2 hlm 177)
Watak tokoh juga bisa kita ketahui dari
pandangan tokoh lain. Tokoh Azzam digambarkan sebagai pemuda yang bertanggung
jawab, gigih, pekerja keras, ulet. Kesan itu kita peroleh dari pandangan
tokoh lain seperti Husna dan Abah seperti terdapat dalam kutipan di atas.
8. Teknik pelukisan fisik
Sejurus kemudian mereka berdua turun bersama. Eliana menyambut dengan
senyum menawan di bibirnya. Siang itu putri Dubes Indonesia di Mesir itu
memakai kaos panjang merah jambu yang dipadu dengan celana jeans merah tua.
Rambutnya dia kucir kuda. Apa saja yang dipakai Eliana dan apa saja gaya
rambutnya selalu saja menjadikannya tampak jelita.
(Habiburrahman; KCB
episode 2 hlm 141)
Sebenarnya penggambaran fisik seseorang
tidak secara otomatis menggambarkan karakter tokoh. Namun, setidaknya bias
menunjukkan gambaran kepada pembaca tentang sosok tokoh yang diceritakan. Tokoh
Eliana dalam kutipan di atas digambarkan sebagai perempuan yang cantik, pandai
berdandan, dan supel.
9. Teknik pelukisan latar
Sebenarnya, selesai shalat Subuh, Eliana langsung ingin jalan. Tapi, Bu
Nafisah menahan, “Ibu tidak ridha kalau pergi sebelum mandi di rumah ini dan
belum sarapan di sini.” Akhirnya Eliana mengalah. Ia akhirnya terpaksa mandi
sarapan di rumah Azzam. Eliana ganti pakaian di kamar Husna. Kamar sederhana.
Tapi rapi, bersih menebar rasa cinta siapa saja yang masuk di dalamnya.
Meskipun sederhana, tapi kamar itu membuat betah siapa saja yang memasukinya.
Demikian juga Eliana.
(Habiburrahman; KCB
episode 2 hlm 152)
Dengan memahami penggambaran kamar
Husna, kita bias mengetahui bagaimana watak Husna yang suka pada kebersihan
keindahan, dan kesederhanaan. Perhatikan kalimat kamar itu membuat
betah siapa saja yang memasukinya.
10. Teknik pemberian nama tertentu
Teknik pemberian nama (naming) tidak ditemukan dalam novel ini.
Kesimpulan
Novel KCB episode 2 menggambarkan
tokoh-tokohnya dengan berbagai teknik. Teknik analitik dan dramatic digabungkan
untuk memunculkan efek dalam terhadap karakter tokoh tersebut. Hampir semua
metode yang diungkapkan Suminto A. Sayuti dalam buku Berkenalan dengan Prosa
Fiksi digunakan dalam novel ini. Hanya teknik naming yang tidak ditemukan. Hal
ini mungkin berkaitan dengan latar belakang releigius yang menghindari
penyebutan nama orang yang tidak baik.
Meskipun semua tokoh digambarkan dengan
berbagai metode, saya melihat bahwa penokohannya masih ringan. Artinya tanpa
harus bekerja keras dengan mudah para pembaca memahami karakter setiap tokoh.
Kecenderungan tokoh
dalam novel ini statis. Jarang sekali muncul perubahan karakter yang drastis
dalam menyikapi setiap keadaan. Tokoh Azzam misalnya, dari awal diceritakan
sebagai tokoh yang saleh dan berbakti kepada orang tua. Sebesar apa pun masalah
yang dihadapinya, karakter yang muncul adalah kesalehan tadi, misalnya, sabar,
bijaksana, penyayang, dan sebagainya. Kalaupun ada penyimpangan, seketika itu
juga ia akan kembali kepada watak aslinya.
No comments:
Post a Comment