Doa
Tuhanku dalam termangu
Aku masih menyebut namaMu
Biar susah sungguh
Memngikat kau penuh seluruh
Cahyamu panas suci
Tinggal kerdip lilin di kelas sunyi
Tuhanku
Aku hilang bentuk
Remuk
Tuhanku
Aku mengembara di negeri asing
Tuhanku
Di pintumu aku mengetuk
Aku tak bias berpaling
Puisi
di atas termasuk dalam aliran realisme yang mengungkapkan curahan hati
kepada Tuhandengan
mengunakan ungkapan-ungkapan apa adanya tidak berlebihan atau lebay.
Metafora yang digunakan pun selalu ada kaitannya dengan kelogisan maksud penyair. Misalnya, “Kerdip lilin di kelas
sunyi,” hal itu melambangan sesuatu yang sangat berarti.
Oh, Guruku
pedih dan pedasnya jari
napas yang sesak akibat debu kapur
tak menyerahkan niat luhur
tak meluluhkan niat luhur
maju dan pesatnya ilmu pengetahuan
semua tumbuhkan hasrat mendidik
napas yang sesak akibat debu kapur
tak menyerahkan niat luhur
tak meluluhkan niat luhur
maju dan pesatnya ilmu pengetahuan
semua tumbuhkan hasrat mendidik
oh, guruku
kau laksana pelita dalam gulita
jasamu tak terbeli
entah kata apa yang pantas kuucap
sebagai tanda terima kasih
kau laksana pelita dalam gulita
jasamu tak terbeli
entah kata apa yang pantas kuucap
sebagai tanda terima kasih
untaian kata indah
halusnya rajutan sutra
tak sebanding, tak cukup
'tuk seorang pahlawan
tanpa tanda jasa sepertimu
halusnya rajutan sutra
tak sebanding, tak cukup
'tuk seorang pahlawan
tanpa tanda jasa sepertimu
Eni Nuraini (Republika, Minggu 20 Maret 1994)
Puisi dengan
judul "Oh, Guruku” merupakan ungkapan kekaguman penulis terhadap jasa guru.
Guru sebagai seorang pendidik digambarkan oleh penyair sebagai seorang
pahlawan, yang begitu besar jasanya bagi maju dan berkembangnya ilmu
pengetahuan. Guru merupakan seorang yang tak pernah menyerah dan tak kenal
lelah. Wujud kekaguman penyair diungkapkan dengan kalimat sebagai berikut.
Kau laksana pelita dalam gulita
Jasamu tak terbeli
Penjual Sayur
Aku tahu kau sangat lelah
Bekerja dari pagi sampai petang
Tanpa kenal waktu
Ketika mentari terbenam
Kau tinggalkan pasar
Dengan buah tangan
Kau bawakan untuk anak-anakmu
Penjual sayur…
Dengan senyum ramahmu
Kau penuhi kebutuhan hidupku
Terima kasih … sayurmu…
Bekerja dari pagi sampai petang
Tanpa kenal waktu
Ketika mentari terbenam
Kau tinggalkan pasar
Dengan buah tangan
Kau bawakan untuk anak-anakmu
Penjual sayur…
Dengan senyum ramahmu
Kau penuhi kebutuhan hidupku
Terima kasih … sayurmu…
Ryan Puspa
Pada puisi "Penjual
Sayur", penyair mengungkapkan kekagumannya terhadap penjual sayur yang
bekerja sepanjang hari dan tanpa mengenal waktu. Meskipun merasa lelah, penjual
sayur tetap tersenyum ramah dalam melayani. Kekaguman dan ungkapan penyair
diungkapkan lewat kalimat berikut.
Aku tahu kau sangat lelah
Bekerja dari pagi sampai petang
Tanpa kenal waktu
Dengan senyum ramahmu
Kau penuhi kebutuhan hidupku
Terima kasih … sayurmu…
Bekerja dari pagi sampai petang
Tanpa kenal waktu
Dengan senyum ramahmu
Kau penuhi kebutuhan hidupku
Terima kasih … sayurmu…
No comments:
Post a Comment