A. Pendahuluan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan atau KTSP tahun 2006 mulai diberlakukan pada tahun
pelajaran 2006-2007, di mana kurikulum tersebut mengharapkan dan mengarahkan
kepada setiap guru untuk lebih luwes (fleksibel) dalam merencanakan,
melaksanakan, sampai dengan menilai Siswa pada tiap pembelajaran. Siswa pun
juga lebih dihargai dengan segala keamampuan yang dimiliki untuk dapat
dikembangkan lebih optimal sesuai dengan standar kompetensi yang telah
ditetapkan oleh sekolah.
Pembelajaran mata pelajaran bahasa
Indonesia, khususnya pada keamampuan siswa menulis atau membuat sebuah
ringkasan (sinopsis) atau mengarang (bercerita) masihlah dinilai
sangat rendah. Kesulitan-kesulitan seringkali dialami oleh siswa yang
disebabkan oleh guru, dalam arti guru belum bisa menarik siswa untuk lebih
tertarik dalam membuat sebuah karangan atau ringkasan, membuat siswa untuk
mudah mengerti dan memahami bagaimana cara menulis, atau paling tidak
mengenalkan bagaimanakah langkah-langkah dalam membuat suatu tulisan (karangan)
atau lebih khusunya membuat sebuah sinopsis yang benar.
Postingan ini saya buat dengan
harapan agar kiranya dapat menambah wawasan tentang pengertian sinopsis,
bagaimana langkah-langkah dalam menyusun sinopsis, dan bagaimana cara menilai
sinopsis hasil karya siswa/peserta didik.
B. Konsep Teoritis
Sinopsis adalah ikhtisar karangan ilmiah yang biasanya diterbitkan
bersama-sama dengan karangan asli yang menjadi dasar sinopsis itu, atau
ringkasan atau abstraksi (KBBI, 1988: 845). Sinopsis mengandung tiga pengertian
yaitu; ikhtisar karangan, ringkasan, atau abstraksi, Keraf (1977: 84)
menyatakan bahwa ringkasan sumarry précis adalah suatu cara yang efektif
untuk menyajikan suatu karangan yang panjang dalam bentuk pendek. Kata précis
berarti memotong atau meringkas. Dengan demikian meringkas ibarat memangkas
sebatang pohon yang akhirnya tinggal batang dan cabang-cabang yang terpenting.
Menurut Keraf, keindahan gaya
bahasa, ilustrasi serta penjelasan-penjelasan yang terperinci harus
dihilangkan, sari karangannya dibiarkan saja tanpa hiasan dan yang tinggal
hanyalah pokok-pokoknya saja. Namun demikian meskipun bentuknya ringkas,
pikiran pengarang dan pendekatannya yang asli masih tetap dipertahankan dan
harus ada.
Penulisan ringkasan harus berbicara
sesuai dengan tulisan pengarang. Oleh karena itu dalam ringkasan, kalimat
“Dalam alinea ini penulis mengatakan … “ atau “Penulis berpendapat … “ harus
dihindari. Pernyataan demikian adalah suara penulis yang membuat ringkasan.
Penulis yang membuat ringkasan seyogyanya langsung menyusun ringkasan tersebut,
yang dimulai dengan meringkaskan kalimat-kalimat, alinea-alinea, bab-bab atau
bagian-bagian yang lain dan seterusnya. Tidak berbeda jauh pula dengan
pengertian ikhtisar yang berarti pula sebagai ringkasan. Hanya penggunaanya
pada umumnya diarahkan pada buku-buku karya ilmiah.
Berbeda dengan abstraksi yang
biasanya kita temukan dalam penyusunan skripsi dan tesis. Abstraksi dalam
pengertian ini pun berarti ringkasan, perbedaannya sangat tipis yaitu hanya
pada sisi tujuan penggunaannya. Ringkasan biasa dilakukakan terhadap objek
karya sastra, maupun nonsastra, atau dalam karya ilmiah maupun nonilmiah.
Sinopsis seringkali dipergunakan dalam karya yang bersifat sastra. Kalau pun
ada sinopsis yang dikenakan pada karya nonsastra bahkan pada karya ilmiah, itu
merupakan model dan bentuk pengembangan. Berdasarkan hal tersebut di atas dapat
disimpulkan bahwa sinopsis adalah ringkasan yang mengarah pada karya-karya baik
fiksi maupun non fiksi, sedangkan sasaran ringkasannya adalah karya-karya
ilmiah lebih kita gunakan istilah abstraksi atau ringkasan itu sendiri.
Sinopsis bukanlah resensi, sebab
resensi tidak hanya meringkas tetapi juga menyimpulkan baik buruknya bulku
sesudah dibaca, bahkan dalam resensi penulis dituntut untuk memberi ulasan
sesudah melakukan telaah. Umumnya penulis resensi menyeleksi buku-buku secara
khusus, yaitu hanya buku-buku yang baru terbit saja dan menarik untuk dikaji
atau diresensi.
Postingan ini tidak akan membahas
bentuk-bentuk atau perbedaan ikhtisar, resensi, dan sinopsis, maupun abstraksi,
tetapi membahas bagaimana menulis sebuah sinopsis. Oleh karena itu, marilah
kita samakan persepsi kita dalam memahami pengertian sinopsis. Persepsi kita
sinopsis adalah ringkasan yang berbicara susasana pengarang asli (pengarang
buku yang diringkas) dengan tetap mempertahankan bentuknya sebagai sebuah
karangan.
C. Persiapan Menyusun Sinopsis
Sebelum kita mulai menyusun
sinopsis, terlebih dahulu barlatihlah membuat ringkasan yang diambil dari
sebuah karya atau artikel. Hal ini sangat berguna untuk mengembangkan ekspresi
dan latihan menghemat kata. Latihan ini tidak cukup dilakukan secara intensif
akan mengembangkan daya konsentrasi, serta mempertajam dalam menangkap
pemahaman isi bacaan secara tepat, cermat, dan efektif.
Latihan menyusun sinopsis harus
diawali dari membaca, maka berlatihlah secara terus menerus akan mengembangkan
kemampuan membaca cepat, tepat dan cermat. Membaca dengan cara demikian amat
diperlukan untuk membantu mempertajam gaya bahasa, serta menghindari
uraian-uraian yang panjag lebar. Dengan demikian penulis sinopsis harus
terlebih dahulu membekali diri dengan kemampuan membaca sebelum melakukan
pekerjaan menyusun sipnosis. Dalam kegiatan membaca, objek atau materi yang
akan di susun menjadi sipnosis tak cukup dibaca sekali. Materi tersebut perlu
dibaca berulang kali, karena seluruh isi materi harus benar-benar dipahami dan
dihayati.
D. Langkah-langkah Menyusun Sinopsis
- Bacalah naskah asli berulang kali sampai benar-benar
diketahui maksud dan pandangan pengarang.
- Pada saat membaca perlu digaris bawahi atau dicatat ide
sentralnya (pokok pikiran, kalimat pokok/kalimat inti).
- Kesampingkan dulu teks asli sesudah dicatat ide sentral
atau hal-hal pokok yang telah diketahui, kemudian kembangkan
catatan-catatan tersebut dengan bahasa sendiri.
- Pergunakanlah kalimat-kalimat tunggal, bila
memungkinkan hindari pemakaian kalimat majemuk atau mengulang kalimat,
gnakan kalimat sederhana yang efektif.
- Ringkaslah kalimat menjadi frase, dan frase menjadi
kata.
- Bila terdapat rangkaian ide atau gagasan dari beberapa
alinea, maka ambilah ide sentralnya saja atau pokok pikiran dan kalimat
pokok/intinya.
- Buanglah bebrapa alinea yang dapat diwakili dengan satu
alinea saja, atau sebaliknya, dan pertahankan alinea yang memang harus
dipertahankan.
- Pertahankanlah kalimat yang tidak memungkinkan untuk
disederhanakan, sehingga keaslian suara pengarang tetap dapat
dipertahankan pula, yaitu kata kunci yang ada pada kalimat tersebut.
- Buanglah seluruh kata tugas yang memungkinkan untuk
dibuag, tetapi pertahankanlah susunan ide yang tersusun sesuai naskah
aslinya.
Menyusun sinopsis sama dengan menyusun ringkasan karangan, menyusun ringkasan
karangan ibarat memangakas sebuah pohon besar menjadi pohon kecil yang padat
dan berisi. Maka hasil sinopsis adalah sebuah karangan pendek sesuai dengan
karangan aslinya. Sebagai pedoman sederhana saja, sinopsis adalah sebuah
karangan utuh diringkas menjadi sepertiganya atau seperempatnya saja cukuplah
baik apabila suara tetap dapat dipertahankan keaslinya.
Mengindentifikasi
Unsur Teks Drama
Aspek:
Membaca
Standar Kompetensi:
7. Memahami teks drama dan novel remaja
Kompetensi Dasar:
7.1. Mengidentifikasi unsur intrinsik teks drama
Unsur intrinsik adalah unsur yang membangun suatu karya
sastra dari dalam. Unsur intrinsik puisi yaitu unsur pembangun
puisi atau pembentuk puisi. Unsur intrinsik prosa yaitu unsur
pembentuk prosa. Demikian juga dengan drama yang meliputi
hal-hal berikut.
1. Latar/setting : Tempat dan waktu terjadinya peristiwa. Latar adalah segala sesuatu yang mengacu kepada keterangan mengenai
Standar Kompetensi:
7. Memahami teks drama dan novel remaja
Kompetensi Dasar:
7.1. Mengidentifikasi unsur intrinsik teks drama
Unsur intrinsik adalah unsur yang membangun suatu karya
sastra dari dalam. Unsur intrinsik puisi yaitu unsur pembangun
puisi atau pembentuk puisi. Unsur intrinsik prosa yaitu unsur
pembentuk prosa. Demikian juga dengan drama yang meliputi
hal-hal berikut.
1. Latar/setting : Tempat dan waktu terjadinya peristiwa. Latar adalah segala sesuatu yang mengacu kepada keterangan mengenai
waktu, ruang, serta suasana
peristiwanya
2. Alur/plot : Jalan ceritanya.
3. Pemeran : Pemeran utama dan pemeran pembantu.. Aminuddin (1987:67) menyatakan bahwa tokoh adalah pelaku yang
2. Alur/plot : Jalan ceritanya.
3. Pemeran : Pemeran utama dan pemeran pembantu.. Aminuddin (1987:67) menyatakan bahwa tokoh adalah pelaku yang
mengemban peristiwa dalam cerita
fiksi sehingga peristiwa itu mampu menjalin
suatu cerita. Sedangkan cara
pengarang penampilkan tokoh atau pelaku
dinamakan dengan penokohan
4. Dialog : Percakapan antartokoh.. Penampilan dari suatu cerita lakon drama didukung oleh dialog
4. Dialog : Percakapan antartokoh.. Penampilan dari suatu cerita lakon drama didukung oleh dialog
(percakapan dan gerak) yang
dilakukan oleh pemain. Dialog-dialog yang
dilakukan harus mendukung
karakter dan melaksanakan plot lakon drama.
Melalui dialog-dialog yang
terjadi antara para pemain inilah penonton bisa
mengerti cerita drama yang
disaksikan. Dialog (monolog, prolog, dan epilog)
5. Akting/gaya : Gerakan/perbuatan/gerak laku yang
dilakukan pemain-pemainnya.
6. Tema : Pokok cerita. Tema cerita adalah pokok pikiran dalam sebuah karangan. Atau, dapat
5. Akting/gaya : Gerakan/perbuatan/gerak laku yang
dilakukan pemain-pemainnya.
6. Tema : Pokok cerita. Tema cerita adalah pokok pikiran dalam sebuah karangan. Atau, dapat
diartikan pula sebagai dasar
cerita yang disampaikan oleh penulisnya (Lutters,
2004:41).
Berikut ini disajikan teks drama, kemudian dapat
diidentifikasikan unsur intrinsiknya.
Teks drama
Judul : Joko TARUB
Pelaku : 1. Joko Tarub
2. Nyai Tarub
Di Desa Tarub, hiduplah seoerang janda bernama Nyai Tarub
dengan anaknya bernama Joko Tarub. Joko Tarub suka berburu
di hutan lebat yang tidak jauh dari rumahnya. Pada suatu hari,
Joko Tarub pergi ke hutan dengan membawa tulup, senjata
kesayangannya. Meskipun sudah berkali-kali ibunya
melarangnya pergi, Joko Tarub masih saja pergi ke hutan. Hingga
matahari hampir tenggelam, Joko Tarub belum juga pulang. Nyai
Tarub menanti anaknya yang hanya seorang itu.
1. Nyai Tarub : (Keluar dari rumah, melihat ke arah hutan
sambil melihat ke kiri ke kanan mencari
anaknya).
Ruuub Taruuub, kemana saja anak ini. Ruub
Taruuub.
2. Joko Tarub : (Datang dari arah hutan dengan wajah berseriseri).
Buuu, Ibuu ... lihatlah aku membawa seekor
kinjeng.
3. Nyai Tarub : Aduuuuuh, anakku, kemana saja kamu.
Sudah berapa kali Ibu peringatkan jangan
bermain di hutan lagi, hutan itu angker.
kalau kau hilang di sana, siapa yang
menemani Ibu.
4. Tarub : Uuuuh, di sana banyak kupu dan kinjeng
besar-besar Bu. Kinjengnya bermacammacam,
lihatlah ada bintik kuning di
kepalanya.
5. Nyai Tarub : Itu bukan kinjeng, itu bang-bang erang
kuning.
6. Joko Tarub : Bagus ya Bu, bang-bang erang kuning ini,
di hutan ada yang berwarna merah. Besok
aku akan mencari lagi dengan tulup ini.
7. Nyai Tarub : Hus! Jangan masuk hutan lagi. Ayo pulang
hari sudah gelap.
(Nyai Tarub menarik lengan anaknya, supaya
masuk ke rumah.)
Sumber: Drama Anak-Anak Nusantara
Unsur-Unsur Drama
1. Tata panggung : Tata panggung mampu menggambarkan
suasana dan tema drama. Misal tema
perang, tema kerajaan, dan sebagainya.
2. Tata lampu : Tata lampu mampu menghidupkan
suasana.
3. Tata busana : Busana/kostum yang dipakai sesuai tema
drama tersebut.
4. Tata Suara : Kejelasan suara sangat mendukung
lancar dan suksesnya pementasan drama.
5. Pemeran : Pemeran/pelaku mampu memerankan
tokoh-tokoh drama tersebut sesuai
dengan karakternya.
Berikut ini disajikan teks drama, kemudian dapat
diidentifikasikan unsur intrinsiknya.
Teks drama
Judul : Joko TARUB
Pelaku : 1. Joko Tarub
2. Nyai Tarub
Di Desa Tarub, hiduplah seoerang janda bernama Nyai Tarub
dengan anaknya bernama Joko Tarub. Joko Tarub suka berburu
di hutan lebat yang tidak jauh dari rumahnya. Pada suatu hari,
Joko Tarub pergi ke hutan dengan membawa tulup, senjata
kesayangannya. Meskipun sudah berkali-kali ibunya
melarangnya pergi, Joko Tarub masih saja pergi ke hutan. Hingga
matahari hampir tenggelam, Joko Tarub belum juga pulang. Nyai
Tarub menanti anaknya yang hanya seorang itu.
1. Nyai Tarub : (Keluar dari rumah, melihat ke arah hutan
sambil melihat ke kiri ke kanan mencari
anaknya).
Ruuub Taruuub, kemana saja anak ini. Ruub
Taruuub.
2. Joko Tarub : (Datang dari arah hutan dengan wajah berseriseri).
Buuu, Ibuu ... lihatlah aku membawa seekor
kinjeng.
3. Nyai Tarub : Aduuuuuh, anakku, kemana saja kamu.
Sudah berapa kali Ibu peringatkan jangan
bermain di hutan lagi, hutan itu angker.
kalau kau hilang di sana, siapa yang
menemani Ibu.
4. Tarub : Uuuuh, di sana banyak kupu dan kinjeng
besar-besar Bu. Kinjengnya bermacammacam,
lihatlah ada bintik kuning di
kepalanya.
5. Nyai Tarub : Itu bukan kinjeng, itu bang-bang erang
kuning.
6. Joko Tarub : Bagus ya Bu, bang-bang erang kuning ini,
di hutan ada yang berwarna merah. Besok
aku akan mencari lagi dengan tulup ini.
7. Nyai Tarub : Hus! Jangan masuk hutan lagi. Ayo pulang
hari sudah gelap.
(Nyai Tarub menarik lengan anaknya, supaya
masuk ke rumah.)
Sumber: Drama Anak-Anak Nusantara
Unsur-Unsur Drama
1. Tata panggung : Tata panggung mampu menggambarkan
suasana dan tema drama. Misal tema
perang, tema kerajaan, dan sebagainya.
2. Tata lampu : Tata lampu mampu menghidupkan
suasana.
3. Tata busana : Busana/kostum yang dipakai sesuai tema
drama tersebut.
4. Tata Suara : Kejelasan suara sangat mendukung
lancar dan suksesnya pementasan drama.
5. Pemeran : Pemeran/pelaku mampu memerankan
tokoh-tokoh drama tersebut sesuai
dengan karakternya.
UNSUR-UNSUR INTRINSIK DAN EKSTRINSIK DRAMA
A. Definisi Drama
Drama
adalah satu bentuk karya sastra yang memiliki bagian untuk diperankan oleh
aktor. Kosakata ini berasal dari Bahasa Yunani yang berarti "aksi", "perbuatan".
Drama bisa diwujudkan dengan berbagai media: di atas panggung, film, dan atau
televisi. Drama juga terkadang dikombinasikan dengan musik dan tarian,
sebagaimana sebuah opera.Di Indonesia, pertunjukan sejenis drama mempunyai
istilah yang bermacam-macam. Seperti: Wayang orang, ketoprak, ludruk (di Jawa
Tengah dan Jawa Timur), lenong (Betawi),randai (minang), reog (Jawa Barat),
rangda (Bali) dan sebagainya.
Sebuah
karya sastra yang bercerita terbagi atas dua; tutur dan tulis. Jika
cerita-cerita prosa seperti legenda dan dongeng lahir dari sastra tutur
kemudian dituliskan, drama adalahkebalikannya, yakni dituliskan dahulu, beru
kemudian dituturkan/diperankan. Drama dipertontonkan guna mencapai estetik
implementasi. Artinya, ia harus diawali dari tulisan,kemudian diceritakan
melalui penggunaan medium seni yang disebut dengan panggung.Cerita drama yang
sudah dipanggungkan disebut dengan teater.
Oleh
karena itu, pembicaraan drama kerap dikaitkan dengan teater. Tak ayal,
terkadang orang menyebut drama sebagaiteater dan sebaliknya, teater dikatakan
dengan drama. Sejatinya, kedua hal ini tetap berbeda.Perbedaan tersebut dapat
dilihat dari tabel di bawah ini.Drama Teater naskah
Pertunjukan penokohan tokoh/ actor teks Interteks/Pementasan dari
teksPenulis sutradaraDari tabel di atas jelas bahwa dikatakan dia sebagai drama
karena masih berupanaskah (di atas kertas). Artinya, drama adalah naskah yang
akan dilakonkan.Secara sederhana, drama dapat dibagi menjadi beberapa bentuk.
Pembagian secaraumum di bawah ini ditinjau dari cerita dan gaya berceritanya.
B. Unsur
Intrinsik
Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya
sastra itu sendiri (Nurgiyantoro, 2002). Unsur-unsur inilah yang menyebabkan
karya sastra hadir sebagai karya sastra, unsur-unsur yang secara faktual akan
dijumpai jika orang membaca karya sastra. Unsur intrinsik sebuah drama adalah
unsur-unsur yang (secara langsung) turut serta membangun cerita. Kepaduan antar
berbagai unsur intrinsik inilah yang membuat sebuah drana berwujud. Atau sebaliknya,
jika dilihat dari sudut kita pembaca, unsur-unsur (cerita) inilah yang akan
dijumpai jika kita membaca sebuah naskah drama. Unsur yang dimaksud untuk
menyebut sebagian saja, misalnya: 1) judul; 2) tema; 3) plot atau alur ; 4)
tokoh cerita dan perwatakan; 5) dialog; 6) konflik; dan 7)latar.
1. Judul
Judul adalah kepala karangan atau nama yang dipakai untuk
buku atau bab dalam buku yang dapat menyiratkan isi buku tersebut. Judul suatu
karya (buku) drama juga merupakan kunci untuk melihat keseluruhan makna drama.
Judul isi karangan selalu berkaitan erat. Drama sebagai karya sastra dan
merupakan cabang sini tergolong sebagai karya fiksi. Sugiarta dalam Sudjarwadi
(2004) menjelaskan, judul pada karya fiksi bersifat manasuka, dapat diambil
dari nama salah satu tempat atau tokoh dalam cerita, dengan syarat sebaiknya
melambangkan isi cerita untuk menarik perhatian.
Judul karangan seringkali berfungsi menunjukan unsur-unsur
tertentu dari karya sastra, misalnya :
- Dapat menunjukan tokoh
utama
- Dapat menunjukan alur
atau waktu
- Dapat menunjukan objek
yang dikemukakan dalam suatu cerita
- Dapat mengidentifikasi
keadaan atau suasana cerita
- Dapat mengandung beberapa
pengertian
2. Tema
Tema adalah ide yang mendasari cerita sehingga berperan
sebagai pangkal tolak pengarang dalam memaparkan karya fiksi yang
diciptakannya Tema dikembangkan dan ditulis pengarang dengan bahasa yang
indah sehingga menghasilkan karya sastra atau drama. Tema merupakan ide pusat
atau pikiran pusat, arti dan tujuan cerita, pokok pikiran dalam karya sastra,
gagasan sentral yang menjadi dasar cerita dan dapat menjadi sumber
konflik-konflik.
Jika dikaitkan dengan dunia pengarang, tema adalah pokok
pikiran didalam dunia pengarang. Setiap karya sastra (fiksi) telah mengandung
atau menawarkan tema. Tema mengikat pengembangan cerita. Tema juga sebagai
premis artinya rumusan inti sari yang merupakan landasan untuk menentukan
tujuan dan arah cerita. Menurut Nurgiyantoro (1995), tema dibagi dua, yaitu
tema mayor ( tema pokok cerita yang menjadi dasar karya sastra itu) dan tema
minor (tema tambahan yang menguatkan tema mayor).
3. Plot atau alur
Menurut Sudjarwadi (2005), plot atau alur dalam drama tidak
jauh berbeda dengan plot atau alur dalam prosa fiksi. Dalam drama juga mengenal
tahapan plot yang dimulai dari tahapan permulaan, tahapan pertikaian, tahapan
perumitan, tahapan puncak, tahapan peleraian, dan tahapan akhir. Hanya saja
dalam drama plot atau alur itu dibagi menjadi babak-babak dan adegan-adegan.
Babak adalah bagian dari plot atau alur dalam sebuah drama
yang ditandai oleh perubahan setting atau latar. Sedangkan adegan merupan babak
yang ditandai oleh perubahan jumlah tokoh ataupun perubahan yang dibicarakan.
4. Tokoh cerita dan perwatakan
Tokoh cerita adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa
dalam berbagai peristiwa cerita. Tokoh cerita dapat berupa manusia, binatang,
makhluk lain seperti malaikat, dewi-dewi, bidadari, setan atau iblis, jin,
setan, sikuman, roh, dan benda-benda yang diinsankan. Tokoh dalam karya sastra
memiliki perwatakan. Adanya watak yang berbeda-beda menyebabkan timbulnya
peristiwa atau konflik yang membuat cerita semakin menarik. Berdasarkan segi
peran atau tingkat pentingnya tokoh dalam suatu cerita dibedakan menjadi dua
bagian. Yaitu central character (tokoh utama) dan peripheral
character (tokoh tambahan). Ada dua macam tokoh, yaitu tokoh utama dan
tokoh bawahan. Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penderitaannya dalam
suatu karya sastra (drama).
Ada tiga kriteria untuk menentukan
tokoh utama, yaitu :
- Mencari tokoh yang paling
banyak berhubungan dengan tokoh-tokoh lain.
- Mencari tokoh yang paling
banyak membutuhkan waktu penceritaan
- Melihat intensitas keterlibatan
tokoh dalam peristiwa yang membangun cerita (tema)
Berdasarkan fungsinya dalam drama, tokoh cerita ada empat
macam, yaitu tokoh protagonis, antagonis, tritagonis, dan peran pembantu. Ada
pula pendapat lain, bahwa ada tiga macam tokoh cerita, yaitu tokoh utama, tokoh
pendamping, dan tokoh tambahan. Berdasarkan wataknya, tokoh cerita dibedakan
menjadi dau jenis, yaitu flat character (tidak mengalami perubahan) dan round
character (mengalami perubahan).
5. Teknik Dialog
Teknik dialog sangat penting di dalam drama. Dialog
merupakan ciri khas suatu karya drama. Adanya teknik dialog secara visual
membedakan karya drama dengan yang lain, yaitu puisi dan prosa. Dialog ada juga
di dalam puisi dan prosa, tetapi tidak semutlak di dalam drama. Dialog di dalam
drama tidak boleh diabaikan karena pada dasarnya drama merupakan dialog para tokoh
cerita. Dialog adalah percakapan tokoh cerita. Dalam struktur lakon, dialog
dapat ditinjau dari segi estetis dan segi teknis. Dari segi estetis, dialog
merupakan faktor literer dan filosofis yang mempengaruhi struktur keindahan
lakon. Dari segi teknis, dialog biasanya diberi catatan pengucapan yang ditulis
dalam tanda kurung. Dialog melancarkan cerita atau lakon. Dialog mencerminkan
pikiran tokoh cerita. Dialog mengungkapkan watak para tokoh cerita. Dialog
merupakan hubungan tokoh yang satu dengan tokoh yang lain. Dialog berfungsi
menghubungkan tokoh yang satu dengan tokoh yang lain. Dialog juga berfungsi
menggerakan cerita dan melihat watak atau kepribadian tokoh cerita.
Ada dua macam tenik dialog, yaitu monolog dan konversi
(percakapan). Ada juga teknik dialog dalam bentuk prolog dan epilog. Prolog
berarti pembukaan atau peristiwa pendahuluan yang diucapakan pemeran utama
dalam sandiwara. Epilog berarti bagian penutup pada karya drama untuk
menyampaikan atau menafsirkan maksud karya drama tersebut.
6. Konflik
Konflik adalah pertentangan. Tokoh cerita dapat mengalami
konflik, baik konflik dengan diri sendiri, dengan orang / pihak lain, maupun
dengan lingkungan alam. Seperti halnya biasa, tokoh cerita dalam drama juga
mengalami konflik. Konflik dapat membentuk rangkaian peristiwa yang memiliki
hubungan kausalitet. Konflik di dalam karya drama dapat menimbulkan atau
menambah nilai estetik. Tanpa konflik antar tokoh cerita, suatu karya drama
terasa monoton, akibatnya pembaca atau penonton drama menjadi bosan.
Ada pendapat yang menyatakan bahwa konflik dibagi menjadi
dua bagian, yaitu konflik eksternal dan internal. Ada juga pendapat lain yang
menyatakan bahwa konflik ada tiga macam, yaitu konflik mental (batin), konflik
sosial, dan konflik fisik. Konflik mental (batin) adalah konflik atau
pertentangan antara seseorang dengan batin atau wataknya. Konflik sosial adalah
konflik antara seseorang dengan masyarakatnya, atau dengan orang / pihak lain.
Konflik fisik adalah konflik antara seseorang dengan kekuatan diluar dirinya,
misalnya dengan alam yang ganas, cuaca buruk, lingkungan yang kumuh, pergaulan
yang salah. Konflik merupakan kunci untuk menemukan alur cerita. Dengan adanya
konflik, maka cerita dapat berlangsung. Konflik berkaitan dengan unsure intriksik
yang lain, seperti tokoh, tema latar, dan tipe drama. Konflik dapat
menggambarkan adanya tipe drama.
7. Latar
Latar merupakan unsur struktural yang sangat penting. Latar
di dalam lakon atau crita drama harus mendukung para tokoh cerita dan tindakannya.
Pengarang tentu membuat latar membuat latar yang tepat demi keberj\hasilan dan
keindahan struktur drama. Penggunaan latar yang berhasil juga menentukan
keberhasilan suatu karya drama. Penyaji latar yang tepat dapat menciptakan
warna kedaerahan yang kuat sehingga dapat menghidupkan carita. Latar adalah
lingkungan tempat berlangsungnya peristiwa yang dapat dilihat, termasuk di
dalamnya aspek waktu, iklim, dan periode sejarah. Latar mendukung dan
menguatkan tindakan tokoh-tokoh cerita. Latar memberikan pijakan cerita dan
kesan realistis kepada pembaca untuk menciptakan suasana tertentu yang
seolah-olah sungguh-sungguh ada dan terjadi (Nurgiyantoro, 1995).
Fungsi
latar yaitu:
1. menggambarkan situasi
2. proyeksi keadaan batin para tokoh
cerita
3. menjadi metafor keadaan emosional
dan spiritual tokoh cerita
4. menciptakan suasana
Unsur-unsur latar yaitu:
- letak geografis
- kedudukan / pekerjaan
sehari-hari tokoh cerita
- waktu terjadinya peristiwa
- lingkungan tokoh cerita
Aspek latar berdasarkan fungsinya
mencakup:
- tempat terjadinya peristiwa
- lingkungan kehidupan
- sistem kehidupan
- alat-alat atau benda-benda
- waktu terjadinya peristiwa
8. Amanat
Menurut Akhmad Saliman (1996 : 67) amanat adalah segala
sesuatu yang ingin disampaikan pengarang, yang ingin ditanakannya secara tidak
langsung ke dalam benak para penonton dramanya.
Harimurti Kridalaksana (183) berpendapat amanat merupakan
keseluruhan makna konsep, makna wacana, isi konsep, makna wacana, dan perasaan
yang hendak disampaikan untuk dimengerti dan diterima orang lain yang digagas
atau ditujunya.
Amanat di dalam drama ada yang langsung tersurat, tetapi
pada umumnya sengaja disembunyikan secara tersirat oleh penulis naskah drama
yang bersangkutan. Hanya pentonton yang profesional aja yang mampu menemukan
amanat implisit tersebut.
9. Bahasa
Menurut Akhmad Saliman (1996 : 68), bahasa yang digunakan
dalam drama sengaja dipilih pengarang dengan titik berat fungsinya sebagai
sarana komunikasi.
Setiap penulis drama mempunyai gaya sendiri dalam mengolah
kosa kata sebagai sarana untuk mengungkapkan pikiran dan perasaannya. Selain
berkaitan dengan pemilihan kosa kata, bahasa juga berkaitan dengan pemilihan
gaya bahasa (style).
Bahasa yang dipilih pengarang untuk kemudian dipakai dalam
naskah drama tulisannya pada umumnya adalah bahasa yang mudah dimengerti
(bersifat komunikatif), yakni ragam bahasa yang dipakai dalam kehidupan
kesehatian. Bahasa yang berkaitan dengan situasi lingkungan, sosial budyaa, dan
pendidikan.
Bahasa yang dipakai dipilih sedemikian rupa dengan tujuan
untuk menghidupkan cerita drama, dan menghidupkan dialog-dialog yang terjadi di
antara para tokoh ceritanya. Demi pertimbangan komunikatif ini seorang
pengarang drama tidak jarang sengaja mengabaikan aturan aturan yang ada dalam
tata bahasa baku.
C. Unsur Ekstrinsik
Menurut Tjahyono (1985), unsur ekstrinsik karya sastra
adalah hal-hal yang berada di luar struktur karya sastra, namun amat
mempengaruhi karya sastra tersebut. Misalnya faktor-faktor sosial politik saat karya
tersebut diciptakan, faktor ekonomi, faktor latar belakang kehidupan pengarang,
dan sebagainya. Mengutip pernyataan Wellek dan Warren, Tjahyono menjelaskan
pengkajian terhadap unsur ekstrinsik karya sastra mencakup empat hal. Salah
satunya adalah mengkaji hubungan sastra dengan aspek-aspek politik, sosial,
ekonomi, budaya dan pendidikan. Bahwa situasi sosial politik ataupun realita
budaya tertentu akan sangat berpengaruh terhadap karya sastra tersebut.
Unsur
yang membangun karya sastra berdasarkan pendekatan struktural meliputi unsur
intrinsik dan ekstrinsik. Pembahasan kali ini akan dikhususkan pada unsur
ekstrinsik karya sastra, khususnya prosa.
Unsur
ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada di luar karya sastra, tetapi secara
tidak langsung mempengaruhi bangunan atau sistem organisme karya sastra. Secara
lebih spesifik dapat dikatakan bahwa unsur ekstrinsik berperan sebagai unsur
yang mempengaruhi bagun sebuah cerita. Oleh karena itu, unsur esktrinsik karya
sastra harus tetap dipandang sebagai sesuatu yang penting.
Sebagaimana
halnya unsur intrinsik, unsur ekstrinsik pun terdiri atas beberapa unsur.
Menurut Wellek & Warren (1956), bagian yang termasuk unsur ekstrinsik
tersebut adalah sebagai berikut:
a.
Keadaan subjektivitas individu
pengarang yang memiliki sikap, keyakinan, dan pandangan hidup yang semuanya itu
mempengaruhi karya sastra yang dibuatnya.
b.
Keadaan psikologis, baik psikologis
pengarang, psikologis pembaca, maupun penerapan prinsip psikologis dalam karya.
c.
Keadaan lingkungan pengarang,
seperti ekonomi, sosial, dan politik.
d.
Pandangan hidup suatu bangsa,
berbagai karya seni, agama, dan sebagainya.
e.
Latar belakang kehidupan pengarang
sebagai bagian dari unsur ekstrinsik sangat mempengaruhi karya sastra. Misalnya,
pengarang yang berlatar belakang budaya daerah tertentu, secara disadari atau
tidak, akan memasukkan unsur budaya tersebut ke dalam karya sastra.
Menurut
Malinowski, yang termasuk unsur budaya adalah bahasa, sistem teknologi, sistem
mata pencaharian, organisasi sosial, sistem pengetahuan, religi, dan kesenian.
Unsur-usnru tersebut menjadi pendukung karya sastra. Sebagai contoh, novel Siti
Nurbaya sangat kental dengan budaya Minangkabau. Hal ini sesuai dengan latar
belakang pengarangnya, Marah Rusli, yang berasal dari daerah Minangkabau.
Begitu pula novel Upacara karya Korrie Layun Rampan yang dilatarbelakangi
budaya Dayak Kalimantan karena pengarangnya berasal dari daerah Kalimantan.
Begitu
pula dalam Novel Harimau! Harimau! karya Mochtar Lubis, kita akan menemukan
unsur intrinsik berupa nilai-nilai budaya. Terutama, yang berkaitan dengan
sistem mata pencaharian, sistem teknologi, religi, dan kesenian. Mata
pencaharian yang ditekuni para tokoh dalam novel tersebut sebagai pencari damar
dan rotan di hutan. Alat yang digunakan masih tradisional.
Selain
budaya, latar belakang keagamaan atau religiusitas pengarang juga dapat
memengaruhi karya sastra. Misalnya, Achdiat Kartamihardja dalam novel Atheis
dan Manifesto Khalifatullah, Danarto dalam novel Kubah, atau Habiburahman
El-Shirazi dalam Ayat-Ayat Cinta dan Ketika Cinta Bertasbih.
Latar
belakang kehidupan pengarang juga menjadi penting dalam memengaruhi karya
sastra. Sastrawan yang hidup di perdesaan akan selalu menggambarkan kehidupan
masyarakat desa dengan segala permasalahannya. Misalnya, dalam novel Ronggeng
Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari.
Dengan
demikian, unsur ekstrinsik tersebut menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari
bangunan karya sastra. Unsur ekatrinsik memberikan warna dan rasa terhadap
karya sastra yang pada akhirnya dapat diinterpretasikan sebagai makna.
Unsur-unsur ektrinsik yang mempengaruhi karya dapat juga dijadikan potret realitas
objektif pada saat karya tersebut lahir. Sehingga, kita sebagai pembaca dapat
memahami keadaan masyarakat dan suasana psikologis pengarang pada saat itu.
No comments:
Post a Comment