Ruang Sastra Untuk Pendidikan Indonesia

Sunday, 22 November 2015

Sinopsis

A. Pendahuluan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan atau KTSP tahun 2006 mulai diberlakukan pada tahun pelajaran 2006-2007, di mana kurikulum tersebut mengharapkan dan mengarahkan kepada setiap guru untuk lebih luwes (fleksibel) dalam merencanakan, melaksanakan, sampai dengan menilai Siswa pada tiap pembelajaran. Siswa pun juga lebih dihargai dengan segala keamampuan yang dimiliki untuk dapat dikembangkan lebih optimal sesuai dengan standar kompetensi yang telah ditetapkan oleh sekolah.
Pembelajaran mata pelajaran bahasa Indonesia, khususnya pada keamampuan siswa menulis atau membuat sebuah ringkasan (sinopsis) atau mengarang (bercerita)  masihlah dinilai sangat rendah. Kesulitan-kesulitan seringkali dialami oleh siswa yang disebabkan oleh guru, dalam arti guru belum bisa menarik siswa untuk lebih tertarik dalam membuat sebuah karangan atau ringkasan, membuat siswa untuk mudah mengerti dan memahami bagaimana cara menulis, atau paling tidak mengenalkan bagaimanakah langkah-langkah dalam membuat suatu tulisan (karangan) atau lebih khusunya membuat sebuah sinopsis yang benar.
Postingan ini saya buat dengan harapan agar kiranya dapat menambah wawasan tentang pengertian sinopsis, bagaimana langkah-langkah dalam menyusun sinopsis, dan bagaimana cara menilai sinopsis hasil karya siswa/peserta didik.
B. Konsep Teoritis
Sinopsis adalah ikhtisar karangan ilmiah yang biasanya diterbitkan bersama-sama dengan karangan asli yang menjadi dasar sinopsis itu, atau ringkasan atau abstraksi (KBBI, 1988: 845). Sinopsis mengandung tiga pengertian yaitu; ikhtisar karangan, ringkasan, atau abstraksi, Keraf (1977: 84) menyatakan bahwa ringkasan sumarry précis adalah suatu cara yang efektif untuk menyajikan suatu karangan yang panjang dalam bentuk pendek. Kata précis berarti memotong atau meringkas. Dengan demikian meringkas ibarat memangkas sebatang pohon yang akhirnya tinggal batang dan cabang-cabang yang terpenting.
Menurut Keraf, keindahan gaya bahasa, ilustrasi serta penjelasan-penjelasan yang terperinci harus dihilangkan, sari karangannya dibiarkan saja tanpa hiasan dan yang tinggal hanyalah pokok-pokoknya saja. Namun demikian meskipun bentuknya ringkas, pikiran pengarang dan pendekatannya yang asli masih tetap dipertahankan dan harus ada.
Penulisan ringkasan harus berbicara sesuai dengan tulisan pengarang. Oleh karena itu dalam ringkasan, kalimat “Dalam alinea ini penulis mengatakan … “ atau “Penulis berpendapat … “ harus dihindari. Pernyataan demikian adalah suara penulis yang membuat ringkasan. Penulis yang membuat ringkasan seyogyanya langsung menyusun ringkasan tersebut, yang dimulai dengan meringkaskan kalimat-kalimat, alinea-alinea, bab-bab atau bagian-bagian yang lain dan seterusnya. Tidak berbeda jauh pula dengan pengertian ikhtisar yang berarti pula sebagai ringkasan. Hanya penggunaanya pada umumnya diarahkan pada buku-buku karya ilmiah.
Berbeda dengan abstraksi yang biasanya kita temukan dalam penyusunan skripsi dan tesis. Abstraksi dalam pengertian ini pun berarti ringkasan, perbedaannya sangat tipis yaitu hanya pada sisi tujuan penggunaannya. Ringkasan biasa dilakukakan terhadap objek karya sastra, maupun nonsastra, atau dalam karya ilmiah maupun nonilmiah. Sinopsis seringkali dipergunakan dalam karya yang bersifat sastra. Kalau pun ada sinopsis yang dikenakan pada karya nonsastra bahkan pada karya ilmiah, itu merupakan model dan bentuk pengembangan. Berdasarkan hal tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa sinopsis adalah ringkasan yang mengarah pada karya-karya baik fiksi maupun non fiksi, sedangkan sasaran ringkasannya adalah karya-karya ilmiah lebih kita gunakan istilah abstraksi atau ringkasan itu sendiri.
Sinopsis bukanlah resensi, sebab resensi tidak hanya meringkas tetapi juga menyimpulkan baik buruknya bulku sesudah dibaca, bahkan dalam resensi penulis dituntut untuk memberi ulasan sesudah melakukan telaah. Umumnya penulis resensi menyeleksi buku-buku secara khusus, yaitu hanya buku-buku yang baru terbit saja dan menarik untuk dikaji atau diresensi.
Postingan ini tidak akan membahas bentuk-bentuk atau perbedaan ikhtisar, resensi, dan sinopsis, maupun abstraksi, tetapi membahas bagaimana menulis sebuah sinopsis. Oleh karena itu, marilah kita samakan persepsi kita dalam memahami pengertian sinopsis. Persepsi kita sinopsis adalah ringkasan yang berbicara susasana pengarang asli (pengarang buku yang diringkas) dengan tetap mempertahankan bentuknya sebagai sebuah karangan.
C. Persiapan Menyusun Sinopsis
Sebelum kita mulai menyusun sinopsis, terlebih dahulu barlatihlah membuat ringkasan yang diambil dari sebuah karya atau artikel. Hal ini sangat berguna untuk mengembangkan ekspresi dan latihan menghemat kata. Latihan ini tidak cukup dilakukan secara intensif akan mengembangkan daya konsentrasi, serta mempertajam dalam menangkap pemahaman isi bacaan secara tepat, cermat, dan efektif.
Latihan menyusun sinopsis harus diawali dari membaca, maka berlatihlah secara terus menerus akan mengembangkan kemampuan membaca cepat, tepat dan cermat. Membaca dengan cara demikian amat diperlukan untuk membantu mempertajam gaya bahasa, serta menghindari uraian-uraian yang panjag lebar. Dengan demikian penulis sinopsis harus terlebih dahulu membekali diri dengan kemampuan membaca sebelum melakukan pekerjaan menyusun sipnosis. Dalam kegiatan membaca, objek atau materi yang akan di susun menjadi sipnosis tak cukup dibaca sekali. Materi tersebut perlu dibaca berulang kali, karena seluruh isi materi harus benar-benar dipahami dan dihayati.
D. Langkah-langkah Menyusun Sinopsis
  1. Bacalah naskah asli berulang kali sampai benar-benar diketahui maksud dan pandangan  pengarang.
  2. Pada saat membaca perlu digaris bawahi atau dicatat ide sentralnya (pokok pikiran, kalimat pokok/kalimat inti).
  3. Kesampingkan dulu teks asli sesudah dicatat ide sentral atau hal-hal pokok yang telah diketahui, kemudian kembangkan catatan-catatan tersebut dengan bahasa sendiri.
  4. Pergunakanlah kalimat-kalimat tunggal, bila memungkinkan hindari pemakaian kalimat majemuk atau mengulang kalimat, gnakan kalimat sederhana yang efektif.
  5. Ringkaslah kalimat menjadi frase, dan frase menjadi kata.
  6. Bila terdapat rangkaian ide atau gagasan dari beberapa alinea, maka ambilah ide sentralnya saja atau pokok pikiran dan kalimat pokok/intinya.
  7. Buanglah bebrapa alinea yang dapat diwakili dengan satu alinea saja, atau sebaliknya, dan pertahankan alinea yang memang harus dipertahankan.
  8. Pertahankanlah kalimat yang tidak memungkinkan untuk disederhanakan, sehingga keaslian suara pengarang tetap dapat dipertahankan pula, yaitu kata kunci yang ada pada kalimat tersebut.
  9. Buanglah seluruh kata tugas yang memungkinkan untuk dibuag, tetapi pertahankanlah susunan ide yang tersusun sesuai naskah aslinya.
Menyusun sinopsis sama dengan menyusun ringkasan karangan, menyusun ringkasan karangan ibarat memangakas sebuah pohon besar menjadi pohon kecil yang padat dan berisi. Maka hasil sinopsis adalah sebuah karangan pendek sesuai dengan karangan aslinya. Sebagai pedoman sederhana saja, sinopsis adalah sebuah karangan utuh diringkas menjadi sepertiganya atau seperempatnya saja cukuplah baik apabila suara tetap dapat dipertahankan keaslinya.


Mengindentifikasi Unsur Teks Drama
Aspek: Membaca
Standar Kompetensi:
7. Memahami teks drama dan novel remaja
Kompetensi Dasar:
7.1. Mengidentifikasi unsur intrinsik teks drama

Unsur intrinsik adalah unsur yang membangun suatu karya
sastra dari dalam. Unsur intrinsik puisi yaitu unsur pembangun
puisi atau pembentuk puisi. Unsur intrinsik prosa yaitu unsur
pembentuk prosa. Demikian juga dengan drama yang meliputi
hal-hal berikut.
1. Latar/setting : Tempat dan waktu terjadinya peristiwa.
Latar adalah segala sesuatu yang mengacu kepada keterangan mengenai
waktu, ruang, serta suasana peristiwanya
2. Alur/plot : Jalan ceritanya.
3. Pemeran : Pemeran utama dan pemeran pembantu..
Aminuddin (1987:67) menyatakan bahwa tokoh adalah pelaku yang
mengemban peristiwa dalam cerita fiksi sehingga peristiwa itu mampu menjalin
suatu cerita. Sedangkan cara pengarang penampilkan tokoh atau pelaku
dinamakan dengan penokohan
4. Dialog : Percakapan antartokoh..
Penampilan dari suatu cerita lakon drama didukung oleh dialog
(percakapan dan gerak) yang dilakukan oleh pemain. Dialog-dialog yang
dilakukan harus mendukung karakter dan melaksanakan plot lakon drama.
Melalui dialog-dialog yang terjadi antara para pemain inilah penonton bisa
mengerti cerita drama yang disaksikan. Dialog (monolog, prolog, dan epilog)
5. Akting/gaya : Gerakan/perbuatan/gerak laku yang
dilakukan pemain-pemainnya.
6. Tema : Pokok cerita.
Tema cerita adalah pokok pikiran dalam sebuah karangan. Atau, dapat
diartikan pula sebagai dasar cerita yang disampaikan oleh penulisnya (Lutters,
2004:41).

Berikut ini disajikan teks drama, kemudian dapat
diidentifikasikan unsur intrinsiknya.

Teks drama
Judul : Joko TARUB
Pelaku : 1. Joko Tarub
2. Nyai Tarub
Di Desa Tarub, hiduplah seoerang janda bernama Nyai Tarub
dengan anaknya bernama Joko Tarub. Joko Tarub suka berburu
di hutan lebat yang tidak jauh dari rumahnya. Pada suatu hari,
Joko Tarub pergi ke hutan dengan membawa tulup, senjata
kesayangannya. Meskipun sudah berkali-kali ibunya
melarangnya pergi, Joko Tarub masih saja pergi ke hutan. Hingga
matahari hampir tenggelam, Joko Tarub belum juga pulang. Nyai
Tarub menanti anaknya yang hanya seorang itu.

1. Nyai Tarub : (Keluar dari rumah, melihat ke arah hutan
sambil melihat ke kiri ke kanan mencari
anaknya).
Ruuub Taruuub, kemana saja anak ini. Ruub
Taruuub.
2. Joko Tarub : (Datang dari arah hutan dengan wajah berseriseri).
Buuu, Ibuu ... lihatlah aku membawa seekor
kinjeng.
3. Nyai Tarub : Aduuuuuh, anakku, kemana saja kamu.
Sudah berapa kali Ibu peringatkan jangan
bermain di hutan lagi, hutan itu angker.
kalau kau hilang di sana, siapa yang
menemani Ibu.
4. Tarub : Uuuuh, di sana banyak kupu dan kinjeng
besar-besar Bu. Kinjengnya bermacammacam,
lihatlah ada bintik kuning di
kepalanya.
5. Nyai Tarub : Itu bukan kinjeng, itu bang-bang erang
kuning.
6. Joko Tarub : Bagus ya Bu, bang-bang erang kuning ini,
di hutan ada yang berwarna merah. Besok
aku akan mencari lagi dengan tulup ini.
7. Nyai Tarub : Hus! Jangan masuk hutan lagi. Ayo pulang
hari sudah gelap.
(Nyai Tarub menarik lengan anaknya, supaya
masuk ke rumah.)

Sumber: Drama Anak-Anak Nusantara


Unsur-Unsur Drama
1. Tata panggung : Tata panggung mampu menggambarkan
suasana dan tema drama. Misal tema
perang, tema kerajaan, dan sebagainya.
2. Tata lampu : Tata lampu mampu menghidupkan
suasana.
3. Tata busana : Busana/kostum yang dipakai sesuai tema
drama tersebut.
4. Tata Suara : Kejelasan suara sangat mendukung
lancar dan suksesnya pementasan drama.
5. Pemeran : Pemeran/pelaku mampu memerankan
tokoh-tokoh drama tersebut sesuai
dengan karakternya.


UNSUR-UNSUR INTRINSIK DAN EKSTRINSIK DRAMA

A.  Definisi Drama

Drama adalah satu bentuk karya sastra yang memiliki bagian untuk diperankan oleh aktor. Kosakata ini berasal dari Bahasa Yunani yang berarti "aksi", "perbuatan". Drama bisa diwujudkan dengan berbagai media: di atas panggung, film, dan atau televisi. Drama juga terkadang dikombinasikan dengan musik dan tarian, sebagaimana sebuah opera.Di Indonesia, pertunjukan sejenis drama mempunyai istilah yang bermacam-macam. Seperti: Wayang orang, ketoprak, ludruk (di Jawa Tengah dan Jawa Timur), lenong (Betawi),randai (minang), reog (Jawa Barat), rangda (Bali) dan sebagainya.
Sebuah karya sastra yang bercerita terbagi atas dua; tutur dan tulis. Jika cerita-cerita prosa seperti legenda dan dongeng lahir dari sastra tutur kemudian dituliskan, drama adalahkebalikannya, yakni dituliskan dahulu, beru kemudian dituturkan/diperankan. Drama dipertontonkan guna mencapai estetik implementasi. Artinya, ia harus diawali dari tulisan,kemudian diceritakan melalui penggunaan medium seni yang disebut dengan panggung.Cerita drama yang sudah dipanggungkan disebut dengan teater.
Oleh karena itu, pembicaraan drama kerap dikaitkan dengan teater. Tak ayal, terkadang orang menyebut drama sebagaiteater dan sebaliknya, teater dikatakan dengan drama. Sejatinya, kedua hal ini tetap berbeda.Perbedaan tersebut dapat dilihat dari tabel di bawah ini.Drama Teater naskah Pertunjukan penokohan tokoh/ actor teks Interteks/Pementasan dari teksPenulis sutradaraDari tabel di atas jelas bahwa dikatakan dia sebagai drama karena masih berupanaskah (di atas kertas). Artinya, drama adalah naskah yang akan dilakonkan.Secara sederhana, drama dapat dibagi menjadi beberapa bentuk. Pembagian secaraumum di bawah ini ditinjau dari cerita dan gaya berceritanya.





B.  Unsur Intrinsik
Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri (Nurgiyantoro, 2002). Unsur-unsur inilah yang menyebabkan karya sastra hadir sebagai karya sastra, unsur-unsur yang secara faktual akan dijumpai jika orang membaca karya sastra. Unsur intrinsik sebuah drama adalah unsur-unsur yang (secara langsung) turut serta membangun cerita. Kepaduan antar berbagai unsur intrinsik inilah yang membuat sebuah drana berwujud. Atau sebaliknya, jika dilihat dari sudut kita pembaca, unsur-unsur (cerita) inilah yang akan dijumpai jika kita membaca sebuah naskah drama. Unsur yang dimaksud untuk menyebut sebagian saja, misalnya: 1) judul; 2) tema; 3) plot atau alur ; 4) tokoh cerita dan perwatakan; 5) dialog; 6) konflik; dan 7)latar.
1.       Judul
Judul adalah kepala karangan atau nama yang dipakai untuk buku atau bab dalam buku yang dapat menyiratkan isi buku tersebut. Judul suatu karya (buku) drama juga merupakan kunci untuk melihat keseluruhan makna drama. Judul isi karangan selalu berkaitan erat. Drama sebagai karya sastra dan merupakan cabang sini tergolong sebagai karya fiksi. Sugiarta dalam Sudjarwadi (2004) menjelaskan, judul pada karya fiksi bersifat manasuka, dapat diambil dari nama salah satu tempat atau tokoh dalam cerita, dengan syarat sebaiknya melambangkan isi cerita untuk menarik perhatian.
Judul karangan seringkali berfungsi menunjukan unsur-unsur tertentu dari karya sastra, misalnya :
  1.  Dapat menunjukan tokoh utama
  2.  Dapat menunjukan alur atau waktu
  3.  Dapat menunjukan objek yang dikemukakan dalam suatu cerita
  4.  Dapat mengidentifikasi keadaan atau suasana cerita
  5.  Dapat mengandung beberapa pengertian


2.       Tema
Tema adalah ide yang mendasari cerita sehingga berperan sebagai pangkal tolak pengarang dalam memaparkan karya fiksi yang diciptakannya  Tema dikembangkan dan ditulis pengarang dengan bahasa yang indah sehingga menghasilkan karya sastra atau drama. Tema merupakan ide pusat atau pikiran pusat, arti dan tujuan cerita, pokok pikiran dalam karya sastra, gagasan sentral yang menjadi dasar cerita dan dapat menjadi sumber konflik-konflik.

Jika dikaitkan dengan dunia pengarang, tema adalah pokok pikiran didalam dunia pengarang. Setiap karya sastra (fiksi) telah mengandung atau menawarkan tema. Tema mengikat pengembangan cerita. Tema juga sebagai premis artinya rumusan inti sari yang merupakan landasan untuk menentukan tujuan dan arah cerita. Menurut Nurgiyantoro (1995), tema dibagi dua, yaitu tema mayor ( tema pokok cerita yang menjadi dasar karya sastra itu) dan tema minor (tema tambahan yang menguatkan tema mayor).
3.      Plot atau alur
Menurut Sudjarwadi (2005), plot atau alur dalam drama tidak jauh berbeda dengan plot atau alur dalam prosa fiksi. Dalam drama juga mengenal tahapan plot yang dimulai dari tahapan permulaan, tahapan pertikaian, tahapan perumitan, tahapan puncak, tahapan peleraian, dan tahapan akhir. Hanya saja dalam drama plot atau alur itu dibagi menjadi babak-babak dan adegan-adegan.
Babak adalah bagian dari plot atau alur dalam sebuah drama yang ditandai oleh perubahan setting atau latar. Sedangkan adegan merupan babak yang ditandai oleh perubahan jumlah tokoh ataupun perubahan yang dibicarakan.
4.      Tokoh cerita dan perwatakan
Tokoh cerita adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa dalam berbagai peristiwa cerita. Tokoh cerita dapat berupa manusia, binatang, makhluk lain seperti malaikat, dewi-dewi, bidadari, setan atau iblis, jin, setan, sikuman, roh, dan benda-benda yang diinsankan. Tokoh dalam karya sastra memiliki perwatakan. Adanya watak yang berbeda-beda menyebabkan timbulnya peristiwa atau konflik yang membuat cerita semakin menarik. Berdasarkan segi peran atau tingkat pentingnya tokoh dalam suatu cerita dibedakan menjadi dua bagian. Yaitu central character (tokoh utama) dan peripheral character (tokoh tambahan). Ada dua macam tokoh, yaitu tokoh utama dan tokoh bawahan. Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penderitaannya dalam suatu karya sastra (drama).
Ada tiga kriteria untuk menentukan tokoh utama, yaitu :
  1. Mencari tokoh yang paling banyak berhubungan dengan tokoh-tokoh lain.
  2. Mencari tokoh yang paling banyak membutuhkan waktu penceritaan
  3. Melihat intensitas keterlibatan tokoh dalam peristiwa yang membangun cerita (tema)
Berdasarkan fungsinya dalam drama, tokoh cerita ada empat macam, yaitu tokoh protagonis, antagonis, tritagonis, dan peran pembantu. Ada pula pendapat lain, bahwa ada tiga macam tokoh cerita, yaitu tokoh utama, tokoh pendamping, dan tokoh tambahan. Berdasarkan wataknya, tokoh cerita dibedakan menjadi dau jenis, yaitu flat character (tidak mengalami perubahan) dan round character (mengalami perubahan).

5.      Teknik Dialog
Teknik dialog sangat penting di dalam drama. Dialog merupakan ciri khas suatu karya drama. Adanya teknik dialog secara visual membedakan karya drama dengan yang lain, yaitu puisi dan prosa. Dialog ada juga di dalam puisi dan prosa, tetapi tidak semutlak di dalam drama. Dialog di dalam drama tidak boleh diabaikan karena pada dasarnya drama merupakan dialog para tokoh cerita. Dialog adalah percakapan tokoh cerita. Dalam struktur lakon, dialog dapat ditinjau dari segi estetis dan segi teknis. Dari segi estetis, dialog merupakan faktor literer dan filosofis yang mempengaruhi struktur keindahan lakon. Dari segi teknis, dialog biasanya diberi catatan pengucapan yang ditulis dalam tanda kurung. Dialog melancarkan cerita atau lakon. Dialog mencerminkan pikiran tokoh cerita. Dialog mengungkapkan watak para tokoh cerita. Dialog merupakan hubungan tokoh yang satu dengan tokoh yang lain. Dialog berfungsi menghubungkan tokoh yang satu dengan tokoh yang lain. Dialog juga berfungsi menggerakan cerita dan melihat watak atau kepribadian tokoh cerita.
Ada dua macam tenik dialog, yaitu monolog dan konversi (percakapan). Ada juga teknik dialog dalam bentuk prolog dan epilog. Prolog berarti pembukaan atau peristiwa pendahuluan yang diucapakan pemeran utama dalam sandiwara. Epilog berarti bagian penutup pada karya drama untuk menyampaikan atau menafsirkan maksud karya drama tersebut.

6.       Konflik
Konflik adalah pertentangan. Tokoh cerita dapat mengalami konflik, baik konflik dengan diri sendiri, dengan orang / pihak lain, maupun dengan lingkungan alam. Seperti halnya biasa, tokoh cerita dalam drama juga mengalami konflik. Konflik dapat membentuk rangkaian peristiwa yang memiliki hubungan kausalitet. Konflik di dalam karya drama dapat menimbulkan atau menambah nilai estetik. Tanpa konflik antar tokoh cerita, suatu karya drama terasa monoton, akibatnya pembaca atau penonton drama menjadi bosan.
Ada pendapat yang menyatakan bahwa konflik dibagi menjadi dua bagian, yaitu konflik eksternal dan internal. Ada juga pendapat lain yang menyatakan bahwa konflik ada tiga macam, yaitu konflik mental (batin), konflik sosial, dan konflik fisik. Konflik mental (batin) adalah konflik atau pertentangan antara seseorang dengan batin atau wataknya. Konflik sosial adalah konflik antara seseorang dengan masyarakatnya, atau dengan orang / pihak lain. Konflik fisik adalah konflik antara seseorang dengan kekuatan diluar dirinya, misalnya dengan alam yang ganas, cuaca buruk, lingkungan yang kumuh, pergaulan yang salah. Konflik merupakan kunci untuk menemukan alur cerita. Dengan adanya konflik, maka cerita dapat berlangsung. Konflik berkaitan dengan unsure intriksik yang lain, seperti tokoh, tema latar, dan tipe drama. Konflik dapat menggambarkan adanya tipe drama.



7.       Latar
Latar merupakan unsur struktural yang sangat penting. Latar di dalam lakon atau crita drama harus mendukung para tokoh cerita dan tindakannya. Pengarang tentu membuat latar membuat latar yang tepat demi keberj\hasilan dan keindahan struktur drama. Penggunaan latar yang berhasil juga menentukan keberhasilan suatu karya drama. Penyaji latar yang tepat dapat menciptakan warna kedaerahan yang kuat sehingga dapat menghidupkan carita. Latar adalah lingkungan tempat berlangsungnya peristiwa yang dapat dilihat, termasuk di dalamnya aspek waktu, iklim, dan periode sejarah. Latar mendukung dan menguatkan tindakan tokoh-tokoh cerita. Latar memberikan pijakan cerita dan kesan realistis kepada pembaca untuk menciptakan suasana tertentu yang seolah-olah sungguh-sungguh ada dan terjadi (Nurgiyantoro, 1995).
Fungsi latar yaitu:
1.    menggambarkan situasi
2.    proyeksi keadaan batin para tokoh cerita
3.    menjadi metafor keadaan emosional dan spiritual tokoh cerita
4.    menciptakan suasana
Unsur-unsur latar yaitu:
  1. letak geografis
  2. kedudukan / pekerjaan sehari-hari tokoh cerita
  3. waktu terjadinya peristiwa
  4. lingkungan tokoh cerita
Aspek latar berdasarkan fungsinya mencakup:
  1. tempat terjadinya peristiwa
  2. lingkungan kehidupan
  3. sistem kehidupan
  4. alat-alat atau benda-benda
  5. waktu terjadinya peristiwa
8.       Amanat
Menurut Akhmad Saliman (1996 : 67) amanat adalah segala sesuatu yang ingin disampaikan pengarang, yang ingin ditanakannya secara tidak langsung ke dalam benak para penonton dramanya.
Harimurti Kridalaksana (183) berpendapat amanat merupakan keseluruhan makna konsep, makna wacana, isi konsep, makna wacana, dan perasaan yang hendak disampaikan untuk dimengerti dan diterima orang lain yang digagas atau ditujunya.
Amanat di dalam drama ada yang langsung tersurat, tetapi pada umumnya sengaja disembunyikan secara tersirat oleh penulis naskah drama yang bersangkutan. Hanya pentonton yang profesional aja yang mampu menemukan amanat implisit tersebut.

9.      Bahasa
Menurut Akhmad Saliman (1996 : 68), bahasa yang digunakan dalam drama sengaja dipilih pengarang dengan titik berat fungsinya sebagai sarana komunikasi.
Setiap penulis drama mempunyai gaya sendiri dalam mengolah kosa kata sebagai sarana untuk mengungkapkan pikiran dan perasaannya. Selain berkaitan dengan pemilihan kosa kata, bahasa juga berkaitan dengan pemilihan gaya bahasa (style).
Bahasa yang dipilih pengarang untuk kemudian dipakai dalam naskah drama tulisannya pada umumnya adalah bahasa yang mudah dimengerti (bersifat komunikatif), yakni ragam bahasa yang dipakai dalam kehidupan kesehatian. Bahasa yang berkaitan dengan situasi lingkungan, sosial budyaa, dan pendidikan.
Bahasa yang dipakai dipilih sedemikian rupa dengan tujuan untuk menghidupkan cerita drama, dan menghidupkan dialog-dialog yang terjadi di antara para tokoh ceritanya. Demi pertimbangan komunikatif ini seorang pengarang drama tidak jarang sengaja mengabaikan aturan aturan yang ada dalam tata bahasa baku.
C. Unsur Ekstrinsik
Menurut  Tjahyono (1985), unsur ekstrinsik karya sastra adalah hal-hal yang berada di luar struktur karya sastra, namun amat mempengaruhi karya sastra tersebut. Misalnya faktor-faktor sosial politik saat karya tersebut diciptakan, faktor ekonomi, faktor latar belakang kehidupan pengarang, dan sebagainya. Mengutip pernyataan Wellek dan Warren, Tjahyono menjelaskan pengkajian terhadap unsur ekstrinsik karya sastra mencakup empat hal. Salah satunya adalah mengkaji hubungan sastra dengan aspek-aspek politik, sosial, ekonomi, budaya dan pendidikan. Bahwa situasi sosial politik ataupun realita budaya tertentu akan sangat berpengaruh terhadap karya sastra tersebut.
Unsur yang membangun karya sastra berdasarkan pendekatan struktural meliputi unsur intrinsik dan ekstrinsik. Pembahasan kali ini akan dikhususkan pada unsur ekstrinsik karya sastra, khususnya prosa.
Unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada di luar karya sastra, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau sistem organisme karya sastra. Secara lebih spesifik dapat dikatakan bahwa unsur ekstrinsik berperan sebagai unsur yang mempengaruhi bagun sebuah cerita. Oleh karena itu, unsur esktrinsik karya sastra harus tetap dipandang sebagai sesuatu yang penting.
Sebagaimana halnya unsur intrinsik, unsur ekstrinsik pun terdiri atas beberapa unsur. Menurut Wellek & Warren (1956), bagian yang termasuk unsur ekstrinsik tersebut adalah sebagai berikut:
a.       Keadaan subjektivitas individu pengarang yang memiliki sikap, keyakinan, dan pandangan hidup yang semuanya itu mempengaruhi karya sastra yang dibuatnya.
b.      Keadaan psikologis, baik psikologis pengarang, psikologis pembaca, maupun penerapan prinsip psikologis dalam karya.
c.       Keadaan lingkungan pengarang, seperti ekonomi, sosial, dan politik.
d.      Pandangan hidup suatu bangsa, berbagai karya seni, agama, dan sebagainya.
e.       Latar belakang kehidupan pengarang sebagai bagian dari unsur ekstrinsik sangat mempengaruhi karya sastra. Misalnya, pengarang yang berlatar belakang budaya daerah tertentu, secara disadari atau tidak, akan memasukkan unsur budaya tersebut ke dalam karya sastra.
Menurut Malinowski, yang termasuk unsur budaya adalah bahasa, sistem teknologi, sistem mata pencaharian, organisasi sosial, sistem pengetahuan, religi, dan kesenian. Unsur-usnru tersebut menjadi pendukung karya sastra. Sebagai contoh, novel Siti Nurbaya sangat kental dengan budaya Minangkabau. Hal ini sesuai dengan latar belakang pengarangnya, Marah Rusli, yang berasal dari daerah Minangkabau. Begitu pula novel Upacara karya Korrie Layun Rampan yang dilatarbelakangi budaya Dayak Kalimantan karena pengarangnya berasal dari daerah Kalimantan.

Begitu pula dalam Novel Harimau! Harimau! karya Mochtar Lubis, kita akan menemukan unsur intrinsik berupa nilai-nilai budaya. Terutama, yang berkaitan dengan sistem mata pencaharian, sistem teknologi, religi, dan kesenian. Mata pencaharian yang ditekuni para tokoh dalam novel tersebut sebagai pencari damar dan rotan di hutan. Alat yang digunakan masih tradisional.
Selain budaya, latar belakang keagamaan atau religiusitas pengarang juga dapat memengaruhi karya sastra. Misalnya, Achdiat Kartamihardja dalam novel Atheis dan Manifesto Khalifatullah, Danarto dalam novel Kubah, atau Habiburahman El-Shirazi dalam Ayat-Ayat Cinta dan Ketika Cinta Bertasbih.
Latar belakang kehidupan pengarang juga menjadi penting dalam memengaruhi karya sastra. Sastrawan yang hidup di perdesaan akan selalu menggambarkan kehidupan masyarakat desa dengan segala permasalahannya. Misalnya, dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari.
Dengan demikian, unsur ekstrinsik tersebut menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari bangunan karya sastra. Unsur ekatrinsik memberikan warna dan rasa terhadap karya sastra yang pada akhirnya dapat diinterpretasikan sebagai makna. Unsur-unsur ektrinsik yang mempengaruhi karya dapat juga dijadikan potret realitas objektif pada saat karya tersebut lahir. Sehingga, kita sebagai pembaca dapat memahami keadaan masyarakat dan suasana psikologis pengarang pada saat itu.


No comments:

Post a Comment